08 November 2007

"Betah" Dalam Hadirat Allah

Ada sebuah artikel humor rohani dalam sebuah buku renungan yang isinya sebagai berikut:
Pada suatu Senin pagi, seorang petani mendatangi rumah pendetanya. “Saya minta maaf karena hari minggu kemarin saya tidak ikut beribadah”, kata petani itu. “Mengapa anda tidak pergi ke gereja kemarin?”, tanya sang pendeta. “Saya harus menjaga padi yang saya harus menjaga padi yang saya jemur”, kata petani itu, “Saya merasa kog lebih baik menunggui padi sambil memikirkan Tuhan, daripada duduk di gereja tetapi memikirkan padi yang saya jemur.”

Kisah ini menggambarkan kenyataan di lapangan. Tidak sedikit orang percaya menyanyi dengan sungguh-sungguh: “lebih baik satu hari di pelataran-Mu daripada seribu hari di tempat lain” namun dalam kenyataannya untuk “satu hari” itu saja seringkali pikiran orang masih “seribu hari di tempat lain”. Ternyata pikiran dan kerinduan orang masih banyak yang belum terpikat untuk berada di dalam hadirat Allah. “Eh kalau nyanyi jangan diulang-ulang dong, gak efektif, biar sekali dua kali aja, abis itu terus doa, biar ibadahnya cepat selesai!” Pak doanya singkat saja yah pak doakan kita dan gereja aja gak usah pake bangsa dan negara, tokh Tuhan juga tahu”. “Pak Pendeta gak panjang kan kotbahnya, soalnya kawan-kawan saya nanti lainnya baru dateng abis kebaktian terus kita makan bersama, yah renungan singkat aja pak, nanti lah kita ngobrol banyak waktu makan saja”. “Kalau saya saat teduh yah 15 menit aja kan kita mesti ora et labora, bekerja dan berdoa, kerja mesti banyak karena kita mesti makan, kan doa cuma minta Tuhan meminta berkat buat apa bertele-tele”. Begitulah kira-kira komentar orang percaya yang kita dengar sehari-hari. Rata-rata orang merasa gelisah ketika mulai berdoa di atas 15 menit, penyembahan sekenanya yang penting satu dua lagu baik lagu-lagu praise and worship atau dari Kidung Jemaat. Dan kalau ditanya mengapa, maka tidak jarang yang bereaksi agak emosional dengan berkata memang hidup cuma berdoa dan baca Alkitab saja! Dan inilah fakta, jangankan melakukan firman Tuhan, untuk cari waktu membaca saja sulitnya bukan main!

Gejala itu memang sanggat mengganggu banyak anak-anak Tuhan. Tidak sedikit mereka yang merasa sudah stagnan dengan situasi ini. Ada yang berusaha terus-menerus tetapi tetap ‘gak merasa dapet atmosfirnya’. Apalagi dalam situasi hidupnya yang sedang buruk, tidak jarang yang melakukan ‘cuti’ saat teduh atau “alpa” dari pelayanan atau dari kehadirannya dalam ibadah. Kegelisahan ini semacam ini tentu ada sebabnya. Mari kita cari tahu apa sebabnya.

Kegelisahan yang menyebakan orang tidak betah berada dalam hadirat Allah:
1. Dosa
2. Membiarkan dirinya dilanda kekuatiran sehingga lebih percaya mengerjakannya sendiri ketimbang mengambil waktu untuk berserah kepada Allah.
3. Berprinsip: “time is money bukan time is anointing”.
4. Masih berpikir “kita masih kan tinggal di dunia” dan melupakan kalau ia “bukan dari dunia” dan “tidak boleh dikendalikan oleh dunia”.

Perasaan tidak betah macam ini jangan terus dipelihara karena ia akan makin besar dan menggelembung dan suatu saat kita tidak bisa lagi mengendalikannya dan malah dikendalikannya.

Ketika bani Korah mengatakan dalam Mazmur 84:2, 3, dan 14:
84:2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam!
84:3 Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup

84:11 Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik


tahulah kita bahwa ternyata ia telah mengatasi kegelisahan yang mengganggunya bila dia berada di hadirat Allah.

Bila dosa kita adalah akar dari semuanya, akuilah, bereskanlah, jangan cuci cawan dari luarnya saja tetapi cucilah bagian dalamnya juga (lih. Renungan sebelumnya: Membersihkan Bagian Luar Cawan). Jangan simpan dosa karena itu akan membawa keburukan dalam hal apa saja dalam hidup kita pribadi, keluarga, dan gereja. Jangan teruskan dosa, dan jangan anggap enteng dosa. Pemazmur tahu bahwa dosa berdampak buruk buat kehidupan manusia sehingga dalam Mazmur 15 ia mengatakan bahwa mereka yang bisa bersekutu dengan Allah adalah mereka yang meninggalkan kejahatan dan dosa. Ia tidak mau menukar perjumpaannya dengan Allah dengan perbuatan dosa. Baginya rugi besar menukar barang murahan dengan sesuatu yang paling indah yaitu bersekutu dengan Allah. Ia tahu bahwa persoalannya bukan di Allah tetapi kalau kita berbuat dosa dan tidak meninggalkan dosa tersebut, maka kitalah yang tidak akan betah untuk tinggal di dalam hadirat Allah. Hadirat Allah adalah kudus jadi hanya orang yang hidup kudus yang dapat tinggal betah di dalamnya.

Karena itu ingatlah apa yang dikatakan penulis surat Ibrani: “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:22).

Daniel Zacharias

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Posting yang keren . . .
Hadirat ALLAH adalah kehidupan yang normal, diluar hadirat ALLAH hidup hanya egosentris yang terjadi . . .