15 November 2007

Kerinduan Allah Terbesar

Sering kita bertanya kira-kira apa sih kerinduan terbesar Allah bagi manusia? Siapa sih yang tahu persis isi hati Tuhan? Atau ada manusia yang berpengalaman menjadi penasihatnya? Tentunya kita semua sudah tahu hal ini bahwa untuk mengerti isi hati Allah tentunya kita tidak mengacu pada apa kata hati kita atau pada apa kata banyak orang tetapi pada apa kata Kitab Suci yang telah diilhamkan oleh Allah sendiri untuk menyatakan kehendak dan maksud serta rencana-rencana-Nya bagi dunia.

Dalam Yohanes 15:13-15, Tuhan berbicara dengan murid-muridnya dalam sebuah relasi baru. Relasi yang selama ini sudah terbentuk adalah Guru-Murid. Hubungan lama tersebut tidak dihilangkan tetapi diperkaya dengan jenis hubungan baru yakni: Sahabat. Kristus menempatkan manusia sejajar dengan diri-Nya. Saya jadi ingin meminjam pikiran relasional Martin Buber (tentang pola hubungan I-Thou dan I-It) yang saya coba pahami dalam konteks berbeda: bila Allah adalah pencipta dan manusia adalah ciptaan bisa saja pola relasi yang terbentuk adalah “I-It”. Tuhan bisa saja memanggil “It” kepada manusia dan tak ada yang akan menggugat-Nya. Tokh manusia cuma gambar-Nya dan bukan Allah, manusia adalah ciptaan dan tidak lebih. Kekaguman Daud adalah ketika Allah menjadikan manusia sebagai mahkota dari semua ciptaan (Mazmur 8). Namun ternyata Allah sang Elohim dalam hubungan-Nya dengan manusia memakai relasi I-Thou (Aku-Kamu). Manusia disejajarkan dalam hubungan dan dalam komunikasi yang sejajar. Sehingga dalam konteks Yohanes 15 terlihat dengan jelas bahwa pola komunikasi dan hubungan yang sejajar (equal) adalah kerinduan Allah sendiri terhadap manusia yang sebenarnya telah mengkhianati-Nya berulang kali. Dan yang lebih mengharukan adalah Ia tidak saja menjadikan kita sahabat-Nya tetapi Ia bahkan telah menyerahkan nyawa-Nya sendiri untuk sahabat-sahabat-Nya (15:13), wow terima kasih Tuhan! Dengan kata lain bahwa Ia rela berkorban nyawa demi relasi yang Ia ciptakan dengan manusia yang dipandang sebagai sahabat-Nya. Tak ada kerinduan yang terbesar dari Allah yang membuat Ia turun tangan sendiri untuk membereskan semua penghalang demi orang-orang yang dipandang sebagai sahabat-Nya. Luar biasa!

Namun julukan ‘sahabat’ tidak datang otomatis atau datang begitu saja. Julukan ini hanya kena-mengena dengan orang yang menurut Allah: “berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu”(15:14). Rupanya persahabatan ini bersyarat. Persahabatan hanya bisa dimulai bila ada ketaatan terhadap firman Allah. Karena itu bagian Allah adalah menyediakan hubungan itu dan bagian manusia adalah mengerjakan ketaatan sebagai tiket masuk dalam hubungan yang intim. Sebenarnya ketaatan bukan sekedar tiket masuk (seolah-olah usaha manusia sangat menentukan) tetapi merupakan cerminan jujur dan tulus dari sebuah kasih kita kepada Allah (baca Renungan Sebelumnya: “Mengapa Kita Menaati Allah?”).

Lalu apakah cuma itu? Kita cuma dipanggil sebagai sahabat? Oh ternyata tidak, dalam ayat 15 seorang sahabat "mendengar rahasia dari sahabatnya". Dan rahasia itu berasal dari Bapa. Rahasia itu menurut I Korintus 2:9 hanya diberikan kepada mereka yang mengasihi Allah. Apa sih rahasia Allah itu? Firman Allah? Ya benar, tetapi tidak cukup cuma itu, tetapi juga rahasia dari pengertian terhadap firman Allah itu. Tidak sedikit orang setiap hari membaca firman Allah tetapi belum tentu ia mengerti apa yang ia baca. Karena itu ia membutuhkan penyingkapan untuk dapat memahami pengertian ‘beyond text’. Untuk mengerti ‘beyond text’ itu diperlukan KETAATAN (bukan kemampuan berteologi, maaf berteologi tak selalu mencerminkan ketaatan) yang membuktikan KASIH yang membuktikan STATUS SEBAGAI SAHABAT dan yang membuka PINTU PENYINGKAPAN ILAHI bagi kita.

Sekarang giliran kita menjawab kerinduan Allah. Maukah kita menjadi sahabat-Nya? Jika kita bersedia, maka bersediakah kita MELAKUKAN PERINTAH-PERINTAHNYA?


Daniel Zacharias

Tidak ada komentar: