30 Desember 2008

Renungan Memasuki Tahun Baru 2009 (2): BERGANDENGAN TANGAN MENYONGSONG MASA DEPAN

Yesaya 11:6-9

Yesaya 11 merupakan pemberitaan nabi yang jalin menjalin antara nubuat tentang kedatangan Kristus sebagai manusia dan kedatangan-Nya yang kedua kali. Nubuat mengenai inkarasinya terdapat dalam Yesaya 11:1-3 sedangkan nubuat tentang kedatangan-Nya dan masa depan orang percaya dalam rencana Tuhan terbentang mulai dari ayat 3b-10. Pembacaan kali ini erat kaitannya dengan pengharapan yang ditaruh di depan pandangan iman orang percaya tentang masa depan menurut versi Allah.

Hampir dari tiap orang yang kita jumpai menyampaikan nada-nada pesimis tentang suasana hidup masa kini, khususnya di Indonesia. Merenungkan sesudah satu dasawarsa kita menjalani krisis dan kemudian datang lagi krisis moneter yang baru, dan merenungkan kezaliman yang diderita oleh banyak orang, banyak gereja di berbagai tempat mendapatkan perlakuan yang tidak semena-mena, disusul oleh berbagai demo dan kerusuhan yang kemudian bermuara pada kebiadaban yang memperkosa hak asasi manusia; tidaklah heran bila banyak dari antara kita yang merasa hidupnya suram dan getir. Tidak sedikit yang bertanya: "Apa yang harus saya perbuat? Masih perlukah bertahan hidup dan bekerja di Indonesia, serta berharap bahwa perubahan positif masih ada dan masih mungkin? Masih bisakah kita berangan-angan tentang hari depan yang ceria, bersuasana hati penuh semangat? Hati kecil kita ditopang oleh berbagai pertimbangan realistis, berbisik was-was, jangan-jangan hari-hari depan akan menjadi semakin buruk. Jangan-jangan sesuatu yang lebih parah, lebih seram, lebih keji, lebih biadab lagi, malah masih akan terjadi!

Tuhan tidak mengizinkan kita untuk menjadi peramal. Sebaliknya kita diminta untuk hidup karena iman kepada Dia tentang hidup kita dengan sebulat hati. Kita diajari bahwa Dia mengatur sejarah dan bahwa Dia memproses umat-Nya dengan berbagai alat yang menghasilkan sesuatu yang penuh kebajikan bagi hidup umat-Nya (Roma 8:28). Kita diajar untuk menempatkan sebuah peristiwa hidup di Indonesia yang sedang membara dalam konteks luas pengendalian kekal Allah atas segala sesuatu dengan tujuan dan hasil yang pasti bernilai kekal pula.

Kita semua selaku jemaat Allah pun tidak menerima kalau kita harus bermental pesimis, pengecut, dan suram menapaki hidup ini. Kita semua wajib dari waktu ke waktu mengkaji ulang apakah kita tengah mengikuti langkah-langkah-Nya yang memimpin hidup kita. Di dalam keyakinan bahwa Allah pasti memiliki rencana untuk kepentingan kerajaan-Nya di dunia maupun di Indonesia, maka kita yakin bahwa harus ada umat Tuhan yang tetap bertahan, bertekun, berharap, dan berjuang baik secara moral maupun spiritual baik secara pribadi maupun selaku masyarakat Indonesia.

Di mana pun di dunia ini, kita menyaksikan berbagai gereja mengalami kemerosotan fisik, moral, dan spiritual yang luar biasa mengerikan. Sebenarnya semua kejadian ini mengingatkan kita akan satu hal. Bahwa kita sebenarnya adalah musafir Allah, dan dunia tidak menerima kita, sehingga di belahan dunia mana pun orang percaya tetap akan mengalami kesulitan dan tantangan. Dan sekarang mengapa nas yang kita baca begitu ideal?

Di manakah di dunia ini dapat kita jumpai binatang-binatang pemangsa dan yang dimangsa berbaring bersama? Serigala dengan domba, macan tutul dengan kambing? Semua itu terjadi tentunya karena ada perubahan mendasar pada sifat mereka. Lembu dan beruang akan makan rumput bersama, singa dan lembu akan makan jerami. Ular, si binatang tercerdik sekaligus terlicik, si binatang terkutuk, tidak lagi berbahaya. Permusuhan antara dia dan anak manusia telah berhenti.

Gambaran ini bukan fantasi tetapi situasi yang sedang diwujudkan Kristus sendiri. Peristiwa itu adalah lukisan dari karya-karya-Nya yang mulia yang mengubah seluruh kondisi dunia. Itulah arti syalom dalam penggenapan yang seutuhnya. Adanya damai dan sejahtera menghapus jejak akibat dosa. Itulah visi masa depan orang percaya, umat pilihan Allah, yang dari detik ke detik, harus kita resapi di relung dada kita yang terdalam dan bukan meragukannya.

Alkitab dalam nubuat apokaliptik ini tidak saja menggambarkan damai sejahtera atau syalom itu seperti benteng yang teguh yang membuat hati dan jiwa aman terpelihara dari ancaman yang berdatangan. Alkitab juga menggambarkan damai sejahtera mengalir seperti sungai yang membawa kesegaran, keindahan, pembaruan, pemurnian, dan kehidupan.

Apabila kita menyimak nas Alkitab dengan teliti kita akan mendapatkan bahwa Alkitab lebih banyak berbicara tentang damai sejahtera dalam dunia nyata daripada damai sejahtera dalam batin belaka. Alkitab dengan jelas berbicara tentang damai sejahtera di tanah kediaman Israel, damai dalam arti berhentinya peperangan dan permusuhan, damai bahkan dalam gambaran yang sangat puitis-dramatis ketika anak domba dan singa dilukiskan berbaring bersama di padang rumput. Damai sejahtera yang semacam itu adalah syalom, suatu kondisi ketika keadilan, kasih, kesetiaan dan damai menari-nari mesra di dunia sehingga membuktikan wujud konkrit adanya hubungan serasi dengan Allah, antar-manusia, dan antar sesama mahluk ciptaan. Damai sejahtera dalam arti penuh seperti yang Alkitab maksudkan adalah damai sejahtera batin dan lahir, spiritual dan fisikal, personal dan relasional.

Marilah kita baik selaku keluarga maupun jemaat menyongsong masa depan yang mulia yang berasal dari Tuhan. Hal itu menjadi kekuatan dan penghiburan justru di tengah-tengah beratnya hidup ini. Dari pada mengasihani diri sendiri, maka dengan iman kita mencurahkan perhatian dan kepedulian kita untuk mempersiapkan masa depan keluarga dan gereja serta bangsa yang mendapat sentuhan pemulihan dari Tuhan.


Daniel Zacharias
education from womb to tomb

29 Desember 2008

Renungan Memasuki Tahun Baru 2009 (1): MENGASIHI ALLAH LEBIH DALAM LAGI

Yohanes 21:17

Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku

Tuhan Yesus memiliki cara yang ajaib untuk memulihkan kembali manusia yang pernah meninggalkan dan mengabaikan-Nya. Luar biasanya adalah bahwa Dia tidak mempermalukan kita. Dia tidak mengkritik kita seperi kebanyakan orang yang yang merasa rohaninya lebih tinggi. Ia juga tidak meminta kita untuk membuat upaya pemecahan ulang untuk mencoba lebih keras lagi. Sebaliknya, Ia meminta kita untuk meneguhkan kembali kasih kita kepada-Nya. Yesus langsung menyentuh akar permasalahannya.

Petrus pernah meninggalkan Yesus tatkala ia melarikan diri bersama para murid lainnya dari taman Getsemani. Bahkan di hadapan banyak orang Petrus menyangkal bila ia pernah mengenal Yesus. Petrus mungkin akan terheran-heran bila ia masih bisa menjadi murid Yesus padahal ia tidak setia pada Yesus tatkala Gurunya berada pada saat-saat yang genting. Padahal Petrus pernah berkata, “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" (Luk 22:33). Pada kenyataannya jawaban Rasul Petrus sering tidak jauh berbeda dengan jawaban dan praktek hidup kita.

Tatkala kita memulai sebuah tahun yang baru, kita mungkin dengan pedih menyadari bila kita telah meninggalkan-Nya dan menyangkal-Nya dalam berbagai cara. Mungkin kita telah meninggalkan dan menyangkal-Nya karena kita hidup tidak setia. Mungkin kita telah meninggalkan dan menyangkal-Nya karena kita tidak taat pada firman-Nya. Mungkin kita telah meninggalkan dan menyangkal-Nya lewat cara hidup kita yang menyakiti hati-Nya.

Namun, namun lihatlah apa yang Yesus lakukan bagi kita? Yang Ia akan lakukan adalah Ia akan bertanya kepada kita seperti yang Ia lakukan terhadap Petrus. Ia tidak mencaci-maki kita. Ia tidak akan mempermalukan kita. Ia tidak mengejar-ngeja kita dengan dakwaan. Ia hanya akan bertanya di dalam batin kita, “Apakah engkau mengasihi-Ku?” Jika jawabanmu seperti jawaban Petrus, “Ya Tuhan”, maka Ia akan meneguhkan kembali kehendak-Nya dalam diri kita. Jika kita sungguh mengasihi-Nya, kita akan menaati perintah-Nya (Yoh 14:15). Kasih kita kepada Tuhan mengawali dan membuka jalan untuk sebuah ketaatan kepada Tuhan.

Kita sering menyatakan keyakinan kita bahwa kita mengasihi Allah tetapi pada saat yang sama kita menyadari bila kita ternyata lebih sering bertindak sebaliknya. Penghalang utama mengapa kita mengasihi Allah dalam situasi yang maju mundur tidak terletak pada faktor luar tetapi terletak di dalam diri kita sendiri yakni pada: kehendak manusia kita atau kehendak kita sendiri. Pada kenyataannya kita lebih suka berbicara mengenai kehendak-Nya daripada melakukannya. Ingatlah kita tidak dapat mengerjakan kehendak Allah tatkala kita terus sibuk mengerjakan kehendak kita sendiri. Kita tidak dapat bersungguh-sungguh berdoa, "Datanglah kerajaan-Mu" sampai kita secara resmi berdoa, "kerajaanku pergilah". [Tim Impian Tuhan, 23].

Ketidakpercayaan dan kekerasan hati kita akan hak dan agenda pribadi kita adalah belenggu yang mengikat sehingga kehendak Allah tidak dapat turun dalam hidup dan pelayanan kita. Banyak di antara kita yang lebih suka mengutamakan agenda kita daripada agenda Allah. Banyak di antara kita lebih tertarik pada hal menjaga hak-hak kita daripada mengejar maksud-maksud Tuhan. [Tim Impian Tuhan, 34].

Ego kita sering mengesampingkan penalaran kita. Kita lebih suka kalah dengan kehendak yang tak terpatahkan daripada menang dan menjadi tunduk. Penyembahan terhadap kehendak bebas dan promosi kita terhadap agenda pribadi menjelaskan mengapa kita sebagai gereja, gagal bergumul untuk dapat mengasihi Allah lebih dalam lagi. Ketidaktaatan dan ketidaktundukan kita menjual kredibilitas kita. Tidak beralasan bagi dunia untuk percaya bahwa kita berasal dari Allah bila kita bertindak seperti Iblis. [Tim Impian Tuhan, 30]. Tatkala Stalin dalam keadaan sekarat mengepalkan tinjunya ke arah langit hal itu jelas menunjukkan bahwa ia tidak berasal dari Allah.

“Seandainya seorang raja mencintai pelayannya yang miskin,“ begitulah seorang filsuf Denmark, Søren Arby Kierkegaard (1813-1855), mengawali perumpamaannya. Bagaimana cara sang raja menyatakan cintanya kepada pelayan itu? Mungkin sang pelayan akan menanggapinya karena takut atau terpaksa, padahal sang raja ingin pelayan itu mencintainya dengan tulus. Maka kemudian sang raja yang sadar bahwa ia tidak boleh tampil sebagai raja bila tak ingin menghancurkan kebebasan orang yang dikasihinya, memutuskan untuk menjadi orang biasa. Ia meninggalkan tahtanya, melepas jubah kebesarannya, dan memakai pakaian compang-camping. Ia bukan hanya menyamar, tetapi benar-benar memiliki identitas baru. Ia sungguh-sungguh menjadi pelayan untuk memikat hati sang pelayan muda yang dicintainya. Ini layaknya sebuah taruhan. Pelayan itu mungkin akan mencintainya, atau justru menolaknya habis-habisan sehingga ia tidak akan mendapatkan cintanya seumur hidupnya! Namun begitu jugalah pilihan yang diberikan Allah kepada manusia, dan tentu saja, itulah makna perumpamaan di atas. Tuhan kita merendahkan diri-Nya untuk memenangkan hati kita. “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri (Filipi 2:5-7). Sekarang pertanyaannya adalah: akankah kita mengasihi-Nya lebih dalam lagi atau kita menolak, mengabaikan, atau bahkan meninggalkan-Nya?

Lalu apa yang harus saya perbuat?
Kita membutuhkan pertolongan Roh Tuhan. Roh Kudus harus menempelak kita, dan roh ketaatan dan ketundukan harus melingkupi kita, atau kita sama sekali tidak akan pernah mencapai apa yang Tuhan inginkan kita lakukan yaitu: "mengasihi Dia lebih dalam lagi" [Tim Impian Tuhan, 41].

Tidak mudah membuat komitmen untuk mengasihi Allah dan setia menjalaninya. Komitmen kita seringkali tidak mampu mencapai masa yang panjang. Stamina rohani kita tidak selalu berada dalam kondisi puncak. Bila dikalkulasikan, mungkin catatan kegagalan kita untuk memenuhi komitmen yang kita buat sendiri akan terlihat menumpuk. Kegagalan demi kegagalan mewarnai perjalanan iman kita. Inilah cermin dari natur lama kita sebagai manusia yang lemah dan berdosa. Kini di hadapan kita terbentang tahun yang baru untuk ditempuh dan Ia hanya minta satu hal: lebih dalam mengasihi-Nya.

Yesus tidak membutuhkan pemecahan kita, komitmen kita yang berulang-ulang jatuh dan bangun, janji-janji kita yang coba kita penuhi dengan lebih keras lagi di tahun baru ini. Jika tekad kita menaati Allah lalu ternyata tidak menolong kita untuk setia, maka itu juga akan membuat kita tidak berhasil di tahun baru ini maka itu artinya kita telah salah bertindak. Yesus hanya meminta kasihmu. Jika kita sungguh-sungguh mengasihi-Nya, maka baik sikap, ketundukan, penyerahan, bahkan pelayanan kita kepada-Nya di tahun yang baru ini akan lebih berkualitas seperti yang Ia inginkan (dz).

DOA
Tuhan kami ingin menjadikan Engkau menjadi Tuhan atas hidup kami dan tidak hanya sekedar memanggil Engkau Tuhan.
Roh Kudus, kami memohon kiranya Engkau meyakinkan dan menyempurnakan kami sehingga kami dapat mencapai apa yang Bapa ingin kami lakukan.
Kami berdoa agar kerajaan kami lenyap sehingga kerajaan-Mu dapat datang.
Kiranya kehendak kami dihancurkan sehingga kehendak-Mu dapat terlaksana di bumi seperti di surga.

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

26 Desember 2008

Allah Yang Bekerja Dalam Sejarah Umat Manusia

Lukas 2:1-7

Tatkala nabi Mikha menubuatkan, “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Sebab itu ia akan membiarkan mereka sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan; lalu selebihnya dari saudara-saudaranya akan kembali kepada orang Israel. Maka ia akan bertindak dan akan menggembalakan mereka dalam kekuatan TUHAN, dalam kemegahan nama TUHAN Allahnya; mereka akan tinggal tetap, sebab sekarang ia menjadi besar sampai ke ujung bumi, dan dia menjadi damai sejahtera" (Mikha 5:1-4a); maka yang ada di benak kita adalah bahwa:

Allah sedang merancang untuk memakai satu kota untuk mencapai maksud-Nya dan kota itu adalah Betlehem. Pribadi yang dimaksud adalah pribadi yang sudah ada sejak dahulu kala dan akan muncul di Betlehem secara khusus. Orang pilihan yang dimunculkan Allah di Betlehem adalah orang yang akan menggembalakan Israel dalam kekuatan dan kemegahan nama Tuhan.

Rencana Allah ini diletakan di atas kota Betlehem. Hal itu baru terwujud 500 tahun kemudian. Injil Lukas mencatat: “Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria” (Luk 2:1-2). Apa yang tercatat dalam Injil Lukas tersebut merupakan sebuah keistimewaan yang pada akhirnya dipakai Allah untuk menggenapi rencana-Nya. Mengapa dikatakan istimewa?

Allah Berdaulat Penuh Memasuki dan Memakai Sejarah Manusia
Kaisar Agustus adalah kepala pemerintahan Roma yang nama sebenarnya adalah Gaius Oktavius memerintah dari tahun 27 sebelum Masehi sampai dengan tahun 14 Masehi. Perintah Kaisar Agustus untuk melakukan sensus menjadi pemicu bagi kehadiran Yusuf dan Maria hadir di Betlehem. Keduanya sudah menerima fakta bahwa mereka telah menjadi suami dan isteri tetapi sama sekali tidak mengetahui bahwa mereka harus ke Betlehem dan disana anak mereka akan lahir. Perintah Kaisar Agustus secara kasat mata memang tidak ada hubungannya dengan nubuat nabi Mikha karena Kaisar Agustus sendiri tidak mengenal apalagi percaya pada nubuatan nabi Perjanjian Lama itu. Niat Kaisar Agustus untuk mengadakan sensus adalah untuk keperluan pemungutan pajak bagi penduduk kerajaannya dan juga untuk memperoleh calon-calon bagi wajib militer. Peraturan sensus penduduk tersebut setiap orang dicatat nama dan tempat tinggalnya sesuai dengan kota asal mereka. Tetapi kita percaya bahwa perintah Kaisar Agustus itu tidak berdiri sendiri. Allah sedang memasuki sejarah dan memakai orang-orang di dalam sejarah untuk mewujudkan sejarah keselamatan yang sedang Ia bentangkan. Pada hakikatnya Allah sedang tidak merancang sebuah “History” (sejarah) tetapi justru sedang menjalankan “His-story” (atau cerita Allah sendiri). Ia berdaulat mengatur seorang kaisar kafir untuk menyusun sebuah peristiwa yang kelihatan biasa saja untuk maksud-Nya yang luar biasa. Apalagi penulis Lukas menekankan bahwa “pendaftaran yang pertama kali diadakan”, jadi sebuah peristiwa perdana yang begitu istimewa tersebut dimaksudkan sebagai ide manusia tetapi di balik semua itu Allah berdaulat penuh mengatur segala sesuatunya, disadari atau tidak oleh manusia.

Sensus itu juga memungkinkan Yusuf dan Maria untuk memasuki kota Betlehem seperti yang telah dinubuatkan nabi Mikha dan melahirkan sang Mesias di sana. Betlehem adalah kota Daud karena raja Daud lahir di sana. Perjalanan yang harus ditempuh Yusuf dan Mariauntuk mewujudkan rencana Allah itu menempuh jarak 120 km dengan medan berat dan mengendarai seekor keledai. Dan kota tersebut ada di daerah Yudea yang pada waktu itu ada di bawah jajahan kerajaan Roma.

Bekerjanya Allah dalam sejarah umat manusia membuktikan bahwa Ia peduli dengan kondisi hidup manusia dan sekaligus membuktikan bahwa “sejarah” yang seringkali secara arogan menyebut dirinya sebagai sistem tertutup ternyata tidak dapat menghalangi Allah untuk melakukan intervensi terhadap perjalanan waktu.

Allah Memiliki Kesanggupan Untuk Mewujudkan Rencana-Nya Sekalipun Ia Mempergunakan Orang Lain
Nubuat yang Allah sampaikan melalui para nabi memang tidak selamanya langsung diwujudkan oleh Allah, terkadang Ia memakai orang lain, bangsa lain untuk mewujudkannya. Bagi kita bukan siapa yang mengerjakan penggenapan itu tetapi siapa yang berkuasa mengendalikan penggenapan tersebut. Kelahiran Yesus di Betlehem memang diatur secara tidak langsung oleh Kaisar Agustus melalui program sensusnya, tetapi hal itu dikendalikan oleh Allah yang sudah sejak permulaan zaman berjanji dan menubuatkan rencana-Nya. Allah sangat berkuasa tanpa bermaksud menghilangkan kebebasan manusia untuk melakukan kehendaknya sendiri.

Melalui kenyataan ini kita semakin meyakini bahwa Allah tidak hanya berada di sorga dan mengawasi kita tetapi Ia juga bahkan hadir bahkan terlibat aktif dalam menolong manusia menghadapi pergumulan-pergumulan baik terhadap dosa maupun dalam menghadapi keterbatasan hakikat manusia itu sendiri.

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

23 Desember 2008

Allah Yang Mengarahkan Kaki Umat-Nya Ke Jalan Damai Sejahtera

Lukas 1:76-79
1:76 Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya,
1:77 untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka,
1:78 oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi,
1:79 untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera."



Yohanes yang menjadi perintis dipersiapkan Allah untuk beberapa hal:
  • Mempersiapkan jalan bagi Allah.
  • Memberikan kepada umat-Nya akan pengertian akan keselamatan berdasarkan pengampunan dosa.

Melalui kedua hal tersebut maka Allah akan melakukan tindakan untuk:

  • Melawat kita.
  • Menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut.
  • Mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.

Dengan memperhatikan urutan-urutan perbuatan tersebut kita mendapatkan 2 pelajaran utama:

TIDAK ADA JALAN MENUJU DAMAI SEJAHTERA TANPA PERTOBATAN.
Dalam ayat-ayat di atas disebutkan dua kali yang terkait dengan pemulihan manusia dari dosa:
a. Yohanes diutus oleh Tuhan untuk mencerahkan pikiran dan hati umat sehingga mereka bisa mengenal dosa dan meninggalkan dosa (ayat 77).
b. Allah sendiri akan bertindak menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungat maut (ayat 79).
Pertobatan merupakan harga mati dari sebuah kehidupan yang penuh damai sejahtera Allah. Kehidupan penuh damai sejahtera Allah bukanlah sebuah mimpi utopis manusia atau buah dari teologi kemakmuran, tetapi janji Allah sendiri yang kemudian menjadi pengharapan bagi segenap umat manusia. Kelihatannya tidak ada jalan pintas untuk menuju sebuah kehidupan umat, keluarga, gereja, bahkan negara yang penuh damai sejahtera tanpa sebuah aspek pertobatan spiritual dan praksis.

Mereka yang “diam dalam” … disini berarti sama dengan ‘berada atau tinggal dalam … “, yaitu orang-orang yang hidupnya selalu dalam keadaan gelap/buruk dan selalu takut karena berbagai hal atau kesulitannya atau yang selalu terancam kesulitan berat. Dalam hal ini naungan maut menggambarkan bahwa manusia tanpa Allah ada dalam hidup bayang-bayang kematian.

Kehidupan Farisi dan para Ahli Taurat adalah kehidupan yang menipu karena di satu sisi mereka berada di dalam wilayah rohani tetapi pada hakikatnya mereka sebenarnya mereka berada dalam kegelapan. Berada dalam pelayanan dan memiliki jabatan pelayanan sama sekali tidak mencerminkan pertobatan seseorang tetapi justru terletak pada perubahan cara berpikir dan bertindak dalam pandangan kebenaran Tuhan (bukan ego pribadi). Malah jabatan rohani bisa menjadi tempat persembunyian orang-orang yang menyangka hidup dalam terang tetapi sebenarnya gelap.

PERTOBATAN KITA TIDAK BERAKHIR DALAM SEBUAH PERUBAHAN GAYA HIDUP SAJA TETAPI MENCERMINKAN ANUGERAH PENYELAMATAN ALLAH DAN KEHIDUPAN YANG BERORIENTASI DAMAI SEJAHTERA.
Seringkali pertobatan dipandang hanyalah sebuah perubahan paradigma berpikir dan perilaku padahal pertobatan justru merupakan cermin dari sebuah bagian dari karya penyelamatan Allah yang mengarahkan manusia hidup dalam damai sejahtera. Pertobatan tidak berdiri sendiri tetapi pertobatan manusia karena anugerah Allah menolong manusia menuju pada sebuah kehidupan yang berada dalam ‘jalan damai sejahtera’ (jalan kehidupan yang penuh damai. Kata ‘damai sejahtera[1] sejajar dengan Shalom yang memiliki pengertian cukup luas untuk itu yang tidak sekedar sebuah keadaan damai tanpa perang, atau ucapan salam belaka, tetapi kehidupan yang harmonis bebas dari rasa cemas, juga situasi perdamaian dengan Allah, dan juga bicara mengenai keselamatan umat manusia melalui pemerintahan Kristus (bnd. Luk 2:14).

Pertobatan senantiasa menghasilkan buah-buah yang baik dan positif. Dalam keluarga seseorang akan menjadi anggota keluarga yang bertanggung jawab dan rohani. Dalam pekerjaan seseorang akan melakukan hal-hal yang jauh dari kejahatan korupsi, kolusi, bahkan nepotisme primordial yang sempit dan menyesatkan. Dalam gereja seseorang akan menjadi pelayan yang rendah hati, mengasihi sesama, tidak merancang kejahatan, pelayanannya mendapat apresiasi dari jemaat, kata-katanya penuh dengan kasih dan bukan ancaman serta kehidupan rohaninya mengalami pertumbuhan dan tidak terjebak pada kehidupan yang masih terikat pada kebiasaan-kebiasaan lama yang tak pernah ditinggalkannya.

Kehidupan damai sejahtera bukanlah kebiasaan ‘nanti dan disana’ tetapi juga dapat menjadi sesuatu yang terjadi ‘sekarang dan disini’. Damai sejahtera Allah dinikmati sejak dini di dunia ini dan mendapatkan pleroma-nya dalam sebuah kehidudapan abadi bersama dengan Allah.


[1] EIRENE peace; (1) as a state of peace (LU 14.32); fig. as agreement between pers. (JA 3.18); (2) as a greeting or farewell corresp. to the Heb. word shalom, health, welfare, peace (to you) (1T 1.2); (3) as a relig. disposition characterized by inner rest and harmony peace, freedom from anxiety (RO 15.13); (4) as a state of reconciliation w. God (GA 5.22); (5) of end time condition, as the salvation of mankind brought about through Christ's reign (LU 2.14; AC 10.36).

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

Allah Yang Menepati Janji

Lukas 1:72-75
1:72 untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus,
1:73 yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita,
1:74 supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut,
1:75 dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita.


Allah adalah pribadi yang senantiasa membuat perjanjian dan kemudian menepati janji. Allah yang membuat perjanjian di dalam perikop ini sebenarnya bukan baru muncul pada ayat 72 tetapi sebenarnya telah muncul pada ayat 70 dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini (BIS).

Dalam Terjemahan Baru tertulis:
-- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus --
Dalam Terjemahan Lama tertulis”
seperti yang difirmankan-Nya dengan lidah segala nabi-Nya yang kudus, daripada permulaan dunia,
Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari:
Dahulu kala melalui nabi-nabi pilihan-Nya, Tuhan telah memberi janji-Nya

Secara tersirat kata ‘janji’ di BIS terdapat di dalam kata ‘telah difirmkankan-Nya’ (TB) dan ‘difirmankan-Nya’ (TL). Artinya perkataan Tuhan buat para nabi di zaman dahulu kala telah masuk ke dalam kategori janji yang bersifat profetik-soteriologis. Nabi adalah orang yang menyampaikan pesan-pesan (firman) dari Allah kepada orang atau bangsa tertentu atas perintah Allah sendiri. Kata ‘kudus’ menyiratkan bahwa mereka adalah orang-orang yang hidup atau bekerja khusus untuk (kepentingan/melayani) Allah, dan tentu saja atas kehendak dan kemauan Allah sendiri.

Allah yang berjanji, bahkan yang telah bersumpah, dapat berarti:

Allah adalah pribadi yang memiliki rencana yang baik bagi umat-Nya.
Allah bukanlah pribadi yang berjanji tanpa alasan. Janji-janji Tuhan senantiasa membawa kebaikan buat manusia. Dengan berjanji Allah tidak saja menunjukkan kepedulian-Nya tetapi niat-Nya yang mulia. Memang janji tidak langsung saat itu juga ditepati (berdasarkan waktu Allah sendiri) namun hal itu tidak berarti bahwa Allah berubah rencana. Allah yang berencana adalah Allah yang dengan matang mempertimbangkan segala sesuatunya berdasarkan mekanisme yang ada ada dalam diri Allah sendiri yaitu: Mahatahu dan Mahakuasa. Nubuat Allah di dalam PL memang tidak selamanya berisi penyelamatan tetapi juga terkadang berisi kecaman dan pembinasaan. Namun dibalik semua ekpresi itu tetap terkandung maksud Allah yang baik. Allah menyatakan maksud-Nya bukan untuk menghukum tetapi semata agar manusia menjadi sadar.

Allah adalah pribadi yang berkuasa mewujudkan rencana-Nya.
Kemahakuasaan dan kemahatahuan Allah yang membuat Allah sangat mungkin sanggup untuk mewujudkan rencana-Nya sendiri. Bagi gereja masa kini, melihat berulangkali Allah telah berjanji dan berulangkali menggenapinya, maka tidak ada keraguan bagi kita untuk mempercayai Pribadi yang tidak hanya sanggup berjanji tetapi juga sanggup untuk menepatinya.

Allah adalah pribadi yang setia menggenapi janji-Nya sendiri.
Allah tidak saja Mahakuasa dan Mahatahu tetapi Ia juga adalah Allah yang setia. Kesetiaan Allah yang menyatakan perjanjian-Nya sejak ribuan tahun lalu (zaman Abraham dan selanjutnya) benar-benar teruji. Tak ada satupun kata-kata Allah dalam Perjanjian Lama yang tidak digenapi-Nya di dalam Perjanjian Baru. Gereja modern sepatutnya memiliki sebuah pengharapan yang tidak saja memuja otoritas dan kekuatan Tuhan tetapi juga karakter kesetiaan Allah yang membuat semua janji-Nya semakin diyakini pasti tergenapi.

Tujuan dari janji tersebut adalah: KITA TERLEPAS DARI TANGAN MUSUH[1] dan KITA BERIBADAH KEPADANYA TANPA TAKUT[2]. Musuh yang ada dalam konteks ini tidak selamanya diterjemahkan pada pengertian politis tetapi justru diarahkan pada maksud kedatangan Kristus sendiri untuk mengalahkan kuasa kegelapan dan maut dalam pengertian penggenapan seutuhnya. Sedangkan beribadah kepada Tuhan dalam hal ini tidak diterjemahkan secara sempit dalam sebuah pengertian liturgis tetapi lebih pada sebuah relasi yang semakin hari secara kuantitas dan kualitasnya makin menguat.

[1] Kisah Para Rasul 26:18: “untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan”.
[2] Ibrani 4:16: “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya”.


Daniel Zacharias
education from womb to tomb

Allah Yang Melawat dan Melepaskan Umat-Nya

Lukas 1:68-71
1:68 "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya,
1:69 Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu,
1:70 -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus --
1:71 untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita


“…sebab Ia yang melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya …” (ayat 69) adalah bagian pertama dari nyanyian ZakhariNa yang dikenal dengan istilah Benedictus. Nyanyian Zakharia ini muncul ketika ia sedang dipenuhi oleh Roh Kudus (ayat 1). Jadi perkataan Zakharia bukan sebuah rekaan dari seorang ayah tentang masa depan anaknya, namun merupakan kelanjutan berita ilahi yang sudah disuarakan sejak purbakala. Nyanyian Zakharia ini sama sekali memperlihatkan suasana dan corak Perjanjian Lama. Kerajaan Mesias seperti yang dinantikan orang-orang Yahudi tentulah bukan hanya “kerajaan rohaniah” yang “tidak dari dunia ini”. Sebaliknya, orang Yahudi mengharapkan pulihnya kebesaran kerajaan Daud, yang melakukan “peperangan Tuhan” dan melepaskan orang Israel dari penjajahan di bawah musuh-musuh kafir (bnd. Kis 1:6, dimana ternyata bahwa para murid Yesus masih belum dapat mengatasi pengharapan duniawi!).[1] Namun apa yang terdapat dalam nyanyian ini tentulah bukan atas dasar pertimbangan politik atau timbul dari sebuah nasionalisme yang berlebihan. Bagi orang Israel kebebasan politik bukanlah tujuan, tetapi adalah syarat untuk kebebasan rohaniah yang sungguh-sungguh! Orang-orang saleh di Israel mengharapkan kelepasan dan kebebasan supaya mereka dapat mengabdi kepada Tuhan dalam hidup yand ditandai oleh “kekudusan dan kebenaran”, yaitu hubungan yang benar dengan Allah dan dengan sesama manusia.[2]

Zakharia memuliakan Tuhan bukan tanpa alasan. Ketika ia memuji Tuhan ia langsung menghubungkan puji-pujiannya itu dengan alasan pujian yang ia naikkan. Alasan pertama karena Allah adalah ALLAH YANG MELAWAT dan yang kedua adalah ALLAH YANG MEMBAWA KELEPASAN.

ALLAH YANG MELAWAT
Kata melawat dalam bahasa Gerika adalah ‘episkeptomai’ yang berarti lebih dari sekedar Allah mendatangi atau melihat umat manusia tetapi untuk memastikan apakah manusia dalam keadaan yang baik atau bermasalah, kemudian kata ini juga bernuansa bila manusia sedang bermasalah maka Allah dengan kata tersebut ingin mengetahui apa yang terbaik yang Ia harus lakukan bagi kebaikan manusia. Dalam hal ini kata ini sesungguhnya mengarahkan pada maksud soteriologis atau dengan kata lain melawat berarti mengunjungi untuk menyelamatkan atau memberi pertolongan kepada umat-Nya.

Proses pelawatan ini sudah terjadi sejak Eden, ketika Allah mendatangi Adam dengan pertanyaan: “dimanakah Engkau?” (Kejadian 3). Namun proses pelawatan ini berlangsung terus dan menyeberangi lintasan abad. Allah memakai cara itu juga ketika mendatangi Israel yang terjajah Mesir di zaman Eksodus[3].

ALLAH YANG MEMBAWA KELEPASAN
Kata ‘membawa kelepasan’ dapat diterjemahkan menjadi sebuah kata kerja yang diikuti oleh obyek, yaitu ‘melepaskan mereka’ atau ‘membebaskan mereka’. Kebebasan yang dimaksud termasuk kebebasan dari penjajahan (pada waktu itu, oleh orang/bangsa lain yaitu Romawi), tetapi mungkin pula ini meliputi kebebasan dari perbuatan-perbuatan yang jahat serta akibat-akibatnya.[4] Bagian ini selanjutnya dihubungkan dengan kata-kata “Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi” yang adalah sebuah kiasan yang sering dipergunakan dalam Perjanjian Lama (1 Sam 2:10; 2 Sam 22:3; Maz 75:5). Tanduk yang dimaksud di sini ialah tanduk binatang yang kuat, misalnya sapi, yang melambangkan kekuatan atau keperkasaan. Kalau dalam bahasa sasaran ‘tanduk’ tidak dikenal sebagai lambing kekuatan, maka lebih baik diterjemahkan artinya saja, seperti dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini ‘penyelamat yang perkasa’. Bagi manusia modern tentunya tidak berarti khusus bagi orang Israel saja, tetapi “bagi semua manusia”[5].

[1] B. J. Boland, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1969), 42.
[2] Ibid.
[3] Keluaran 2:24-25: Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka.
[4] M. K. Sembiring (ed.), Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Lukas (Jakarta: LAI, 2005), 48.
[5] Ibid., 49.


Daniel Zacharias
education from womb to tomb

Allah Memperhatikan Orang Yang Rendah

Lukas 1:46-49
1:46 Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan,
1:47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,
1:48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,
1:49 karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus


Apa yang diucapkan Maria dalam Magnificat ini sejajar dengan yang dikemukakan pemazmur dalam Maz 113:7: “Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur”. Kesejajaran ini tampak dalam pengertian:

1. Memperhatikan
Tuhan rupanya bukanlah pribadi yang hanya memakai orang-orang tanpa mengerti situasinya. Pujian Maria membuktikan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang penuh perhatian. Perhatian itu diletakkan tanpa pandang bulu dan membuat orang yang menerimanya menjadi terkesima. Memperhatikan di sini berarti “memperhatikan dengan penuh kasih” atau “kelemahlembutan”[1]. Perhatian Allah digerakkan oleh kasih agape yang memungkinkan orang-orang yang tidak layak menerima menjadi dilayakan-Nya.

2. Kerendahan Hamba-Nya
Sebagaimana konteks dari Mazmur 113, maka yang dimaksud dengan “rendah” atau “hina”, bukan ditinjau dari segi moral atau tingkah laku, tetapi dari segi kedudukan seseorang di tengah-tengah masyarakat. Jadi bagian ayat ini dapat juga diungkapkan menjadi, “sebab Ia telah memperhatikan daku dengan penuh kasih, hamba-Nya yang miskin ini” atau “… yang kedudukannya rendah” … atau yang bukan orang besar”.

3. Perbuatan-perbuatan Besar Kepadaku
Ucapan Maria ini didasari atas apa yang ia ucapkan pada ayat 49 yang mengatakan: “karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku”. Maria merasakan bahwa apa yang telah diperbuat Allah bukan saja terjadi “pada” dirinya, tetapi juga “untuk” dirinya[2]. Makin jelaslah bahwa Allah memang memakai seseorang untuk kepentingan diri-Nya dan banyak orang tetapi hal tersebut tidak berarti Ia mengabaikan orang yang dipakai-Nya.

[1] M. K. Sembiring (ed.), Pedoman Penafsiran Injil Lukas (Jakarta: LAI, 2005), 37.
[2] Ibid.

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

11 Desember 2008

DOA ADVENTUS: DOA JÃœRGEN MOLTMANN

Masa Adventus tidak selamanya merupakan tengokan ke belakang, namun juga merupakan pandangan pengharapan ke depan akan kehadiran Mesias yang eskaton. Sehingga Advent bukan penyambutan peristiwa Betlehem belaka tetapi juga untuk peristiwa parousia. Dalam masa Adventus ini ada baiknya kita merenungkan apa yang tertera di Sing me the song of my World[1] yang merupakan doa yang mengekspresikan trintitarisme eskatologis, berorientasi baik pada praksis maupun pada doxology, kemana perkembangan itu membawa:

BAPA DI SORGA

sudah waktunya engkau datang.
Karena waktu kami hampir habis
dan dunia kami sedang menuju kematian.
Engkau telah memberikan kami kehidupan satu bersama dengan yang lain.
Kami telah menghancurkannya dengan menyatakan perang satu terhadap yang lain.
Engkau mengaruniakan kami pepohonan dan hutan-hutan.
Kami sudah menebangnya.
Untuk burung-burung engkau memberikan musim semi
dan untuk ikan-ikan sungai-sungai.
Kami telah melenyapkan musim semi dan mengotori sungai-sungai.
Kepada karya ciptaan-Mu
engkau memberikan keseimbangan.
Kami telah mengganggunya dank arena itu mendatangkan kesedihan.
Datanglah, Pencipta semesta,
perbarui wajah yang tanpa kehidupan dari bumi ini.
Buanglah ketidakbahagiaan kami
berikanlah kami pengharapan akan Hari-Mu
ketika, pada perdamaian dengan setipa ciptaan,
kami dapat tertawa dan memuji-Mu

Kristus Yesus, Sahabat kami,
kami tidak dapat berjalan dalam rombongan-Mu
tanpa tetangga kami,
mereka yang dekat dan mereka yang jauh
teman-teman dan musuh-musuh.
Terus-menerus menjadi sahabat orang berdosa,
menjadi miskin dengan orang miskin,
menjadi lemah dengan orang yang lemah,
terkutuk dengan mereka yang terbuang,
mereka itu, dan kami dengan mereka, boleh mempunyai kehidupan.
Kami mengharap kedatangan kerajaan-Mu
seperti kami mengharap perdamaian dalam dunia yang terpecah ini.
Kami percaya akan kehadiran-Mu
sama seperti kami percaya dalam hidup yang penuh arti
bahkan ketika berhadapan dengan kesia-siaan dari kematian.
Kami mencari kedatanganmu
seperti kami merasa lapar akan makanan kami sehari-hari.
Datanglah, Tuhan Yesus, datanglah segera.

Roh Kudus, Engkau kami kenal
sebagai kuasa yang dari atas,
sebagai penghibur dalam kesesakan.
Kami berseru kepadamu dan seruan kami membesarkan hati kami.
Kami menyeru Engkau dan Engkau menyeru bersama kami.
Kami menantikan Engkau dan Engkau ada dalam hati kami.
Bukakanlah mata kami dan kami akan melihat
tapak kakimu di atas jalan kami.
Berikanlah kami ketenangan dan kami akan mendengar
keluhan-keluhan-Mu di dalam penjara-penjara kami.
Ambillah dari kami apa yang harus Engkau ambil
sampai kami datang beristirahat di dalam Engkau
dan merasa bahwa kami sedang mengaso,
sadar akan kehidupan-Mu di dalam diri kami,
kasih-Mu yang menyala dan kekuatan-Mu yang mendorong,
kesedihan dan kebahagiaan-Mu mendalam di hati kami.
Datanglah Roh Pencipta,
kosongkan hati kami dari kegelisahan yang mementingkan diri sendiri,
isilah roh kami dengan kasih yang kreatif.
Berikanlah kami khayalan-khayalan dan penglihatan-penglihatan dari
kerajaan kebebasan-Mu.
Jadikanlah kami bersedih kalau mereka dikhianati,
kalau mereka tidak menjadi kenyataan.

Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Waktunya sudah tiba, waktu untuk penggenapan sejarah.
waktu untuk menjadikan semua satu dengan Allah dan dalam Allah.


Selamat menziarahi masa adventus yang sulit untuk digambarkan ...

[1] Richard Bauckham, Teologi Mesianis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 174-176. Bahan tersebut dikutip dari D. Cremer, Sing me the song of my World, diterjemahkan oleh B. Davies (St. Paul Publications, Slough, 1981), hlm. 140-141.

Daniel Zacharias
education from womb to tomb