23 Desember 2008

Allah Yang Mengarahkan Kaki Umat-Nya Ke Jalan Damai Sejahtera

Lukas 1:76-79
1:76 Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya,
1:77 untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka,
1:78 oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi,
1:79 untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera."



Yohanes yang menjadi perintis dipersiapkan Allah untuk beberapa hal:
  • Mempersiapkan jalan bagi Allah.
  • Memberikan kepada umat-Nya akan pengertian akan keselamatan berdasarkan pengampunan dosa.

Melalui kedua hal tersebut maka Allah akan melakukan tindakan untuk:

  • Melawat kita.
  • Menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut.
  • Mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.

Dengan memperhatikan urutan-urutan perbuatan tersebut kita mendapatkan 2 pelajaran utama:

TIDAK ADA JALAN MENUJU DAMAI SEJAHTERA TANPA PERTOBATAN.
Dalam ayat-ayat di atas disebutkan dua kali yang terkait dengan pemulihan manusia dari dosa:
a. Yohanes diutus oleh Tuhan untuk mencerahkan pikiran dan hati umat sehingga mereka bisa mengenal dosa dan meninggalkan dosa (ayat 77).
b. Allah sendiri akan bertindak menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungat maut (ayat 79).
Pertobatan merupakan harga mati dari sebuah kehidupan yang penuh damai sejahtera Allah. Kehidupan penuh damai sejahtera Allah bukanlah sebuah mimpi utopis manusia atau buah dari teologi kemakmuran, tetapi janji Allah sendiri yang kemudian menjadi pengharapan bagi segenap umat manusia. Kelihatannya tidak ada jalan pintas untuk menuju sebuah kehidupan umat, keluarga, gereja, bahkan negara yang penuh damai sejahtera tanpa sebuah aspek pertobatan spiritual dan praksis.

Mereka yang “diam dalam” … disini berarti sama dengan ‘berada atau tinggal dalam … “, yaitu orang-orang yang hidupnya selalu dalam keadaan gelap/buruk dan selalu takut karena berbagai hal atau kesulitannya atau yang selalu terancam kesulitan berat. Dalam hal ini naungan maut menggambarkan bahwa manusia tanpa Allah ada dalam hidup bayang-bayang kematian.

Kehidupan Farisi dan para Ahli Taurat adalah kehidupan yang menipu karena di satu sisi mereka berada di dalam wilayah rohani tetapi pada hakikatnya mereka sebenarnya mereka berada dalam kegelapan. Berada dalam pelayanan dan memiliki jabatan pelayanan sama sekali tidak mencerminkan pertobatan seseorang tetapi justru terletak pada perubahan cara berpikir dan bertindak dalam pandangan kebenaran Tuhan (bukan ego pribadi). Malah jabatan rohani bisa menjadi tempat persembunyian orang-orang yang menyangka hidup dalam terang tetapi sebenarnya gelap.

PERTOBATAN KITA TIDAK BERAKHIR DALAM SEBUAH PERUBAHAN GAYA HIDUP SAJA TETAPI MENCERMINKAN ANUGERAH PENYELAMATAN ALLAH DAN KEHIDUPAN YANG BERORIENTASI DAMAI SEJAHTERA.
Seringkali pertobatan dipandang hanyalah sebuah perubahan paradigma berpikir dan perilaku padahal pertobatan justru merupakan cermin dari sebuah bagian dari karya penyelamatan Allah yang mengarahkan manusia hidup dalam damai sejahtera. Pertobatan tidak berdiri sendiri tetapi pertobatan manusia karena anugerah Allah menolong manusia menuju pada sebuah kehidupan yang berada dalam ‘jalan damai sejahtera’ (jalan kehidupan yang penuh damai. Kata ‘damai sejahtera[1] sejajar dengan Shalom yang memiliki pengertian cukup luas untuk itu yang tidak sekedar sebuah keadaan damai tanpa perang, atau ucapan salam belaka, tetapi kehidupan yang harmonis bebas dari rasa cemas, juga situasi perdamaian dengan Allah, dan juga bicara mengenai keselamatan umat manusia melalui pemerintahan Kristus (bnd. Luk 2:14).

Pertobatan senantiasa menghasilkan buah-buah yang baik dan positif. Dalam keluarga seseorang akan menjadi anggota keluarga yang bertanggung jawab dan rohani. Dalam pekerjaan seseorang akan melakukan hal-hal yang jauh dari kejahatan korupsi, kolusi, bahkan nepotisme primordial yang sempit dan menyesatkan. Dalam gereja seseorang akan menjadi pelayan yang rendah hati, mengasihi sesama, tidak merancang kejahatan, pelayanannya mendapat apresiasi dari jemaat, kata-katanya penuh dengan kasih dan bukan ancaman serta kehidupan rohaninya mengalami pertumbuhan dan tidak terjebak pada kehidupan yang masih terikat pada kebiasaan-kebiasaan lama yang tak pernah ditinggalkannya.

Kehidupan damai sejahtera bukanlah kebiasaan ‘nanti dan disana’ tetapi juga dapat menjadi sesuatu yang terjadi ‘sekarang dan disini’. Damai sejahtera Allah dinikmati sejak dini di dunia ini dan mendapatkan pleroma-nya dalam sebuah kehidudapan abadi bersama dengan Allah.


[1] EIRENE peace; (1) as a state of peace (LU 14.32); fig. as agreement between pers. (JA 3.18); (2) as a greeting or farewell corresp. to the Heb. word shalom, health, welfare, peace (to you) (1T 1.2); (3) as a relig. disposition characterized by inner rest and harmony peace, freedom from anxiety (RO 15.13); (4) as a state of reconciliation w. God (GA 5.22); (5) of end time condition, as the salvation of mankind brought about through Christ's reign (LU 2.14; AC 10.36).

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

Tidak ada komentar: