29 April 2008

Manusia Itu Terbatas!

Mazmur 103:13-18
15 Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;
16 apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.
17 Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu,
18 bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya.



Ketika Daud menyebutkan bahwa MANUSIA hari-harinya seperti “rumput” atau seperti “bunga di padang”, yang begitu tertiup angin, tidak ada lagi, maka melalui gambaran tersebut sebenarnya Daud ingin memberitahukan kepada kita bahwa manusia itu terbatas. Bukan hanya hari-hari manusia yang terbatas tetapi manusia itu sendirilah yang terbatas.

Sekalipun setelah peristiwa menara Babel, Allah berfirman: “mulai dari sekarang apa pun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana” (Kejadian 11:6), namun itu tidak berarti bahwa manusia kemudian menjadi segala-galanya atau menjadi tidak terbatas.

Manusia dalam berbagai keluarbiasaan pikiran, ciptaan, karya, kemampuan, pada akhirnya harus mengakui keterbatasannya. Keterbatasan manusia bukanlah karena dosa tetapi merupakan hakikat manusia itu sendiri. Dosa membuat keterbatasan manusia menjadi lebih berat.

“Angin yang melintas” bagi Daud merupakan gambaran dari hadirnya kematian, bila kematian melintasi kehidupan seseorang maka manusia itu tidak ada lagi sehebat atau seberkuasa apapun ia ketika masih hidup. Celakalah manusia yang karena sedang berada di puncak kehebatannya menyangkali keterbatasannya.

Mengakui keterbatasan bukan tanda tak beriman, justru sebaliknya merupakan tindakan iman yang sekaligus menunjukkan sikap realistis yang harus selalu kita selaku manusia kembangkan.

Mengakui keterbatasan di satu sisi membuat manusia terus berusaha, tetapi di sisi lain membuat kita tidak memaksa diri dan juga mengakui bahwa ada satu yang tidak terbatas.

Peristiwa kematian mengingatkan kita lagi bahwa kita semua adalah mahluk terbatas sehebat apapun kita sekarang. Ketika manusia hidup ia seperti bunga rumput yang indah di padang, tetapi ketika angin kematian bertiup maka bunga itu lenyap dalam sekejap, demikian pula manusia dalam segala kemegahannya.

Mengakui keterbatasan jangan dipahami dengan cara negatif yang membuat orang tak lagi berusaha dan pesimis menjalani hari-harinya. Mengakui keterbatasan semacam ini justru mengingkari potensi besar yang Tuhan berikan di tengah-tengah keterbatasan manusia.

Mengakui keterbatasan kita justru:

Pertama, membuat kita selalu bergantung pada pertolongan ilahi.

Kedua, membuat kita belajar untuk hidup bukan untuk diri sendiri dan dengan sendiri tetapi juga untuk sesama dan dengan sesama.

Ketiga, membuat kita waspada dan tidak semberono menjalani hidup.

Keempat, menghargai hidup sehingga sayang sekali bila kita akhirnya membuang-buat waktu dan kesempatan dalam hidup demi mengerjakan hal-hal yang tidak penting.

Ketika manusia terbatas maka kasih setia Tuhan justru tidak terbatas bagi orang-orang yang takut akan Tuhan dan berpegang pada firman-Nya.

Kasih setia Tuhanlah yang menolong kita dalam semua keterbatasan kita. Maka patutlah kita yang terbatas senantiasa mencari pertolongan dari Allah yang tak terbatas itu.

Marilah kita yang masih bisa menarik nafas panjang belajar menghargai hidup yang terbatas dan mempergunakan sebaik-baiknya bagi Tuhan dan sesama.


Daniel Zacharias

25 April 2008

Bagaimana Menangani Sebuah Kemenangan?

Keluaran 15:19-21

15:19 Ketika kuda Firaun dengan keretanya dan orangnya yang berkuda telah masuk ke laut, maka TUHAN membuat air laut berbalik meliputi mereka, tetapi orang Israel berjalan di tempat kering dari tengah-tengah laut.15:20 Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana serta menari-nari.15:21 Dan menyanyilah Miryam memimpin mereka: "Menyanyilah bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut."

Demikianlah nyanyian kemenangan Israel di tepi Laut Teberau ketika mereka baru saja melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana Allah menenggelamkan Firaun dan pasukannya ke dalam laut. Luapan kemenangan itu membuat mereka bersukacita dan bersorak bahkan mereka menari-nari di hadapan Tuhan. Nyanyian dan sorak-sorai mereka berisi puji-pujian kepada Tuhan: "Menyanyilah bagi Tuhan, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut".

Namun apa yang terjadi sesudah itu? Apa yang terjadi setelah kemenangan Israel di tepi laut?

Ternyata KEMENANGAN MEREKA BISA BERUBAH MENJADI SEBUAH KEKALAHAN. Lihatlah:

  1. Baru tiga hari berjalan mereka sudah bersungut-sungut karena tidak ada air di Mara dan Elim (Kel 15:22-27).
  2. Sebulan kemudian mereka bersungut-sungut lagi di Masa dan Meriba (Kel 17:1-7).
  3. Persungutan-persungutan mereka akhirnya membuat mereka memberontak dan kemudian mereka tewas di padang gurun.

Ada banyak dari mereka yang mengalami kemenangan di Laut Teberau tetapi tidak mengalami kemenangan dalam perjalanan memasuki tanah Kanaan. Karena semua mati di padang gurun. Mereka yang pernah menang di Laut Teberau, sekarang mengalami kekalahan telak di padang gurun. Mereka tidak pernah dapat menikmati kemenangan berikutnya. Betapa ironisnya mereka yang menyerukan pujian buat Tuhan, dalam tempo 3 hari kemudian malah bersungut mempersalahkan dan menuduh Allah berbuat macam-macam! Jadi mereka yang bersungut-sungut dan kemudian tewas di padang gurun adalah mereka yang pernah menyanyikan pujian kemenangan di tepi laut.

Kita bisa saja bersandar pada alasan manusiawi bangsa Israel bersungut, tetapi rupanya Allah membenci manusia yang memberontak kepada-Nya dengan alasan kemanusiaan apalagi kemanusiaan yang diajukan dalam zona nyaman kedagingan bukan pada kemanusiaan yang berada dalam pembentukan Tuhan. Memang dalam mengkaji kemanusiaan manusia perlu tahu diri ketika berhadapan dengan Penciptanya.

Saya mengikuti kegiatan pemulihan pria di Gadog tahun lalu. Dari kegiatan tersebut saya mendengar bahwa selama beberapa tahun kegiatan tersebut dilangsungkan ternyata dari seluruh peserta yang pernah ikut kegiatan ini 30% peserta pria kembali ke dosa masa lalu, sedangkan 70% masih terus berjuang menata diri. Saya meyakini data ini. Sebab ternyata dalam perjalanan iman seseorang tidak ada yang namanya kemenangan otomatis. Kalau seseorang pernah menang secara iman tidak otomatis terjamin bahwa ia akan menang dalam perjuangan berikutnya. Karena kemenangan bukan kemenangan otomatis tetapi kemenangan yang sungguh diperjuangkan. Israel tidak mengalami kemenangan otomatis. Menang sekali tidak berarti selalu menang untuk selanjutnya.

Namun di sisi lain juga masih ada semacam pengharapan bahwa kemenangan kita bila disikapi dengan benar maka hal itu akan membawa kita kepada kemenangan iman yang berikutnya. Dalam Bilangan 14:30: "Bahwasanya kamu ini tidak akan masuk ke negeri yang dengan mengangkat sumpah telah Kujanjikan akan Kuberi kamu diami, kecuali Kaleb bin Yefune dan Yosua bin Nun!". Mengapa cuma Kaleb dan Yosua?

Pertama-tama, adalah anugerah Allah bila mereka berdua dimampukan untuk sampai ke titik yang Tuhan maksudkan. Namun yang kedua yang tak kalah penting yang merupakan tanggung jawab manusiawinya adalah bahwa di samping Musa, hamba Allah itu, dari tengah-tengah bangsa Israel:

  • cuma mereka berdua yang sadar bahwa setelah kemenangan masih ada tantangan hidup.
  • cuma mereka berdua yang sadar bahwa kemenangan sekali tidak otomatis berarti kemenangan yang berikutnya.
  • cuma mereka berdua yang tetap taat dan tidak lengah sekalipun mereka pernah mengalami kemenangan.
  • cuma mereka berdua yang tidak terlena dengan kemenangan dan kemudian berhenti berjuang dan beriman kepada Allah.
  • cuma mereka berdua yang tidak bersungut-sungut ketika ada lagi tantangan hidup yang datang.
  • cuma mereka berdua yang tidak terpengaruh imannya oleh ancaman, tantangan, serangan musuh yang datang silih berganti.
  • cuma mereka berdua yang tetap mempercayai Allah sekalipun apa yang mereka hadapi sangat sulit dan berada dalam batas-batas kemampuan manusia.
  • cuma mereka berdua yang melihat dengan cara Allah dan bukan dengan cara egoisme manusia.
  • cuma mereka berdua yang benar-benar mengikuti Allah dengan sepenuh hati.
  • cuma mereka berdua yang benar-benar mempersiapkan diri untuk mengalami KEMENANGAN BERIKUTNYA.

Apa kemenangan yang berikutnya itu? Mereka berhasil mengalahkan kedagingan mereka dan memasuki perjanjian Allah yang selanjutnya bukan hanya di padang gurun tetapi juga di tanah perjanjian. "Itulah sebabnya Hebron menjadi milik pusaka Kaleb bin Yefune, orang Kenas itu, sampai sekarang ini, karena ia tetap mengikuti TUHAN, Allah Israel, dengan sepenuh hati." (Yosua 14:14).

Apakah kita sudah siap untuk kemenangan berikutnya? Bertindaklah seperti Yosua dan Kaleb! Mereka ingin terus menang bersama dengan Tuhan!

Daniel Zacharias

14 April 2008

Fitna

Gara-gara film Fitna produksi Geert Wilders, Goenawan Mohamad, wartawan senior Tempo, mengutip satiris Jonathan Swift penulis Gulliver's Travels dari abad ke-17 yang berkata: "Kita punya agama yang cukup untuk membuat kita membenci, tapi tak cukup untuk membuat kita mencintai ...".

Mengapa energi keagamaan kita habis untuk saling membenci dan tidak cukup besar untuk bisa mengampuni apalagi untuk mencintai? Pertanyaan ini setidaknya menyudutkan kita kembali kepada situasi yang secara gamblang telah menelanjangi kita kalau pada kenyataannya agama yang kita yakini hanyalah sebuah identitas yang memperkokoh egoisme kita. Sedih sebenarnya mendengar film The Messiah gaya Iran, Fitna dari Belanda, Satanic Verses, Da Vinci Code, The Gospel of Jude ... apa sih yang mau diharapkan dari hal-hal tersebut? Kebencian? Jika kebencian adalah tujuannya ... yah berarti sang pengarang sudah berhasil dan kaya!!!

Mengapa agama begitu berkuasa dan mengendalikan perilaku manusia? Myles Munroe menjawab dalam Rediscovering The Kingdom: "karena agama bukan sekedar suatu faktor sosial, budaya, atau politik atau ideologi; sebaliknya agama menemukan kekuasaannya dalam ruang-ruang jiwa pribadi seseorang. Dalam jiwa, kita menemukan sumber motivasi pribadi yang membentuk persepsi dan perilaku. Orang lebih bersedia mati demi agamanya daripada demi alasan politik, sosial, atau ideologi apapun."

Saya sedang membaca buku Lihatlah Sang Manusia! karya Verne H. Fletcher yang menulis: "justru tak usah lama-lama berpikir sebelum menjadi sadar bahwa "kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" dilampaui oleh tuntutan Yesus "kasihilah musuhmu" ... "dengan cara bagaimanakah Yesus mengasihi sesama-Nya? Seperti Ia mengasihi diri-Nya sendiri? Bukan. Sebaliknya Ia mengasihi sesama-Nya dengan menyerahkan diri dan nyawa-Nya baginya."

Teladan Yesus sebenarnya sudah cukup membuat kita sadar bahwa bila menyakiti orang lain dengan menodai keyakinannya maka itu bukanlah sikap kasih. Kekuatiran Geert Wilders atas pesatnya jumlah imigran muslim di Belanda sebenarnya tidak ditunjukkan dengan bersikap reaktif-destruktif tetapi reaktif-otokritik. Biarkan belanda mengoreksi diri bukan mempersalahkan pihak lain. Kemunduran Belanda soal iman dan kekristenan menjadi ladang subur buat pertumbuhan keyakinan lain yang melihat bahwa sekularisme dan dekadensi moral tumbuh subur di Belanda.

Di lapangan kehidupan kita masih harus diperhadapkan pada sebuah pertanyaan yang kembali membuat muka kita merah: "Mengapa prinsip Ahimsa dan Satyagraha justru dilakukan oleh mereka yang bukan Kristen?"

Daniel Zacharias

09 April 2008

TERAH: PRIA BERINISIATIF

TERAH.
Adalah ayah dari Abram, Nahor dan Haran (Kejadian 11:27). Kata Ibrani trh biasanya dianggap berhubungan dengan dewa bulan dan dibandingkan dengan Turahi, sebuah tempat dekat Haran. Nama Terah berarti "menunda".

KOTA HARAN.
Kota ini letaknya dipertemuan berbagai jalan ramai di Mesopotamia Utara di sebelah timur sungai Efrat. Di tempat itulah Terah meninggal, waktu ia berumur 205 tahun. Mengapa perjalanan ke tanah Kanaan itu tidak diteruskan olehnya tidaklah diceritakan kepada kita. Tentu ada sesuatu yang menghalangi Terah pada waktu itu meneruskan maksudnya semula.

Dalam ayat 11 dikatakan bahwa Terah bersama Abram dan Lot, berangkat dari Ur-Kasdim ke tanah Kanaan. Apakah Nahor juga turut, tidak ada dikatakan, mungkin juga ia ikut oleh karena dalam Kej 24 dikatakan, bahwa keturunannya diam di Haran, Tetapi mereka itu hanya sampai ke Haran saja, lalu diam di sana.

Pertanyaannya sekarang bagi kita adalah apakah Abram dipanggil oleh Allah waktu ia masih tinggal di Haran? Kejadian 12 memberi kesan, bahwa Abram dipanggil waktu berada di Haran dan bukan di Ur Kasdim. Namun Kejadian 15:7, Neh 9:7 dan Kis 7:2 mengatakan bahwa Abram mendapat panggilan di Ur Kasdim.

Ada kemungkinan bahwa Allah dua kali memanggil Abraham, mula-mula di Ur-Kasdim, di mana Allah memerintahkan dia meninggalkan negeri dan sanaknya. Abram memenuhi perintah ini, waktu ia bersama ayahnya berangkat dari Ur-Kasdim ke Haran, kemudian sekali lagi di Haran ia mendapat panggilan. Dan kali ini dengan suruhan untuk meninggalkan rumah ayahnya.

Jadi panggilan Allah yang pertama bertepatan dengan maksud Terah untuk meninggalkan Ur, dan panggilan yang kedua datang waktu Abram telah tinggal di Haran. Pertanyaan yang lain ialah: apakah Terah meninggal sebelum atau sesudah Abram berangkat dari Haran (Kej 12:4); ia lahir waktu Terah berumur 70 tahun, sesudah keberangkatan Abram ia meninggal. Bahwa meninggalnya Terah diumumkan tidaklah merupakan keberatan. Sebelum penulis Kejadian melanjutkan sejarah Abraham, ia lebih dahulu memberitakan kematian Terah, ayah Abraham. Tetapi dalam Kis 7:4 dikatakan, bahwa Abram barulah berangkat dari Haran sesudah ayatnya meninggal. Jika demikian ia belum lahir ketika Terah berusia 70 tahun , tetapi jauh sesudah itu lagi.

Terah pindah dari Ur Kasdim (Kej 11:31) dan tinggal di Haran; di situlah dia mati, lama sesudah Abram meninggalkannya. idak dapat dikatakan dengan pasti, bagaimana memecahkan soal ini, mungkin Stefanus mengikuti pendapat yang pada waktu itu umum terdapat di kalangan bangsa Yahudi dan pendapat ini berdasarkan kenyataan bahwa lebih dahulu diceritakan matinya Terah, barulah kemudian keberangkatan Abram, dengan tidak mengingat umur Abram dan Terah. Oleh karena itu Kis 7:4 tetap merupakan ayat yang sulit yang sampai sekarang belum dipecahkan dengan baik.

KEPADA SIAPA PARA BAPA LUHUR MENYEMBAH?
"Berkatalah Yosua kepada seluruh bangsa itu: "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain" ( Yosua 24:2). Allah Abraham dan Allah Nahor, Allah ayah mereka, kiranya menjadi hakim antara kita." Lalu Yakub bersumpah demi Yang Disegani oleh Ishak, ayahnya. Bila Terah adalah penyembah berhala maka harus ada satu mata rantai yang menyimpang.

TERAH PRIA BERINISIATIF
Seorang ayah atau suami adalah seorang yang melakukan perubahan nasib dalam keluarga. Berubah atau tidaknya nasib keluarga bergantung penuh pada keinginan, niat, dan inisiatif sang ayah atau suami untuk melakukan perubahan.

Melihat kenyataan ini maka Terah tetap masih dapat dianggap memberi teladan untuk beberapa kenyataan bahwa KEPALA KELUARGALAH YANG MEMULAI SUATU PERUBAHAN NASIB KELUARGA.

Keberangkatan Terah meninggalkan Ur-Kasdim tentu punya alasan:

1. TIDAK MENERIMA KENYATAAN SEBAGAI NASIB ATAU TAKDIR

Situasi keluarga yang dialami Terah memang tidak menyenangkan dan juga memalukan. Tetapi Terah pada prinsipnya adalah orang yang tidak menerima kenyataan sebagai takdir. Ia berpikir masih ada kemungkinan yang baik bagi mereka bila mereka meninggalkan Ur-Kasdim.

Pertama, anaknya Haran meninggal sehingga meninggalkan Lot untuk diasuh kakeknya dan pamannya.
Kedua, Abram, anaknya, belum memiliki anak karena Sarai mandul. Kenyataan ini akan menjadi gunjingan yang menyakitkan dan ini menjadi satu alasan mengapa mereka pindah. Tentunya pasti masih ada alasan lain lagi yang membuat mereka benar-benar harus pindah. Mental Terah bukanlah mental yang mudah untuk menyerah. Baginya nasib sebuah keluarga itu ditentukan oleh keluarga itu sendiri. Kenyataan semacam itu jarang dimiliki oleh banyak pemimpin keluarga. Mereka mudah menyerah dan menganggap apa yang sedang mereka kerjakan adalah karena sudah diatur takdir. Keyakinan semacam ini membuat manusia seperti robot dan tidak memiliki tanggung jawab atau bahkan inisiatif untuk memacu dirinya. Bagi Terah bila keluarganya mengalami nasib yang buruk maka hal itu tidak berarti ia membiarkan terus keluarganya ditimpa nasib buruk. Terah melakukan perpindahan karena ia ingin mengubah nasib keluarganya.

2. MENGUBAH NASIB KELUARGA MEMBUTUHKAN INISIATIF DAN NIAT YANG KUAT
Keluarga di mana pun juga membutuhkan kepala rumah tangga yang memiliki pandangan ke depan bagi keluarganya bagi keluarga dan serentak dengan itu memiliki inisiatif dan niat yang kuat.

Terah manakala mengajak keluarga besarnya pindah tentunya bukan sebuah tindakan yang nekad tanpa perhitungan, tetapi tindakan yang didasarkan pada inisiatif dan niat yang kuat. Perhitungan yang tepat diperlukan untuk mendukung agar inisiatif yang diambil benar-benar punya arah dan dengan motif yang benar. Keluarga modern tidak perlu ragu-ragu mengambil langkah iman (langkah terobosan) bila situasi keluarga tidak menentu. Kepasrahan tanpa niat yang kuat dan inisiatif yang terbangun adalah "menyerah tanpa perjuangan". Inisiatif dan niat yang kuat harus dibangun di dalam rumah dan jangan terlalu nyaman dengan semua kemapanan yang sering membius seseorang untuk tidak berani membuat terobosan baru.

3. MENGUBAH NASIB KELUARGA MEMBUTUHKAN PREDIKSI DAN PROYEKSI
Apa yang dilakukan Terah penuh perhitungan dan dalam pemahaman modern kata "perhitungan" disebut dengan Prediksi dan Proyeksi. [1] Prediksi dibuat berdasarkan kecenderungan-kecenderungan yang ada sekarang ini, maka kita membuat prakiraan kemanakah kecenderungan-kecenderungan itu akan membawa kita di masa mendatang. Artinya, apabila keadaan yang ada sekarang ini tetap berlangsung seperti apa adanya, apakah kira-kira kemungkinan-kemungkinan akibatnya di masa mendatang?

Ini penting, sebab dengan demikian kita dapat melihat kemungkinan-kemungkinan apa yang dapat terjadi, lalu mempersiapkan diri. Tidak terlalu kaget atau panik ketika itu terjadi nanti. Terah berpikir kalau begini-begini terus kelak keluarga ini akan terus dalam masalah maka sebaiknya harus ada tindakan yang kita lakukan sekarang.

Yang kedua adalah Proyeksi, yang dibuat bertolak dari masa depan, lalu itulah yang menentukan apa yang harus kita lakukan sekarang. Jika tidak ingin menanggung malu di masa yang akan datang maka di masa sekarang harus benar-benar berusaha mengubah keadaan.

[1] Eka Darmaputera, "Prediksi dan Proyeksi Isu-isu Teologis Pada Dasawarsa Semibilanpuluhan: Sebuah Introduksi" dalam Soetarman et. al. (eds.), Fundamentalisme, Agama-agama dan Teknologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 4-7.

06 April 2008

Ucapan Salam Bagi Sesama Pelayan

Roma 16:1-16

Paulus mengakhiri suratnya kepada jemaat Roma dengan ucapan salam. Hal ini merupakan sesuatu yang lazim. Tetapi ada yang tidak lazim yaitu isi salam itu. Dia tidak hanya menyebut nama-nama yang ia kenal tetapi ia juga menyebut jasa mereka dan sekaligus memompa semangat dan motivasi mereka dalam pelayanan.

Hal yang dibuat Paulus di masa sekarang justru kurang diperhatikan dan dianggap terlalu biasa. Berapa banyak pelayan seperti Paulus yang memberikan salam sambil memompa semangat para rekan-rekan sepelayanan? Presiden Amerika Serikat, George W. Bush pernah melakukan kunjungan rahasia ke Irak. Kemunculannya yang tiba-tiba dan begitu akrab seolah menjadi pemompa semangat bagi tentara AS di Irak. Dan memang Bush berhasil membuat tentara AS pada hari Thanksgiving itu menjadi begitu bersemangat. Pelajaran penting di sini adalah: "sesama pelayan jangan saling mendahului, tetapi saling memberi dorongan semangat dan motivasi"

Di sisi lain Paulus juga memberi gambaran tentang orang-orang yang benar-benar berjuang melayani Allah. Kita semua berharap apa yang dilukiskan Paulus menyemangati kita di dalam panggilan pelayanan:

SEJAK AWAL PAULUS MENGHARGAI PELAYAN WANITA YANG TELAH MENJADI BERKAT BUAT BANYAK ORANG (ayat 1-2)
1 Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea, 2 supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang-orang kudus, dan berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri.

PAULUS SANGAT MENGHARGAI REKAN-REKAN SEKERJANYA YANG MEMPER-TAHANKAN NYAWA MEREKA DEMI KRISTUS (ayat 3-4)
3 Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus. 4 Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi.

PAULUS MENGHARGAI PELAYAN-PELAYAN YANG MEMILIKI KOMITMEN SEJAK PEKERJAAN PELAYAN TUHAN MASIH BEGITU SEDERHANA (ayat 5)
5 Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.

PAULUS MENGHARGAI REKAN YANG BEKERJA KERAS DALAM PELAYANAN (ayat 6)
6 Salam kepada Maria, yang telah bekerja keras untuk kamu.

PAULUS TETAP MENGINGAT REKAN-REKAN SEPENDERITAAN DALAM KRISTUS YANG SEKALIGUS PARA SENIORNYA (ayat 7-9)
7 Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara-saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan bersama-sama dengan aku, yaitu orang-orang yang terpandang di antara para rasul dan yang telah menjadi Kristen sebelum aku. 8 Salam kepada Ampliatus yang kukasihi dalam Tuhan. 9 Salam kepada Urbanus, teman sekerja kami dalam Kristus, dan salam kepada Stakhis, yang kukasihi.

PAULUS MEMUJI MEREKA YANG TAHAN UJI DALAM KRISTUS (ayat 10-11)
10 Salam kepada Apeles, yang telah tahan uji dalam Kristus. Salam kepada mereka, yang termasuk isi rumah Aristobulus. 11 Salam kepada Herodion, temanku sebangsa. Salam kepada mereka yang termasuk isi rumah Narkisus, yang ada dalam Tuhan.

SEKALI LAGI PAULUS MENYALAMI MEREKA YANG MEMBANTING TULANG BAGI PELAYANAN (ayat 12)
12 Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan. Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan.

PAULUS JUGA MENYALAMI ORANG-ORANG YANG DIANGGAPNYA SUDAH SEPERTI SAUDARA (ayat 13-16)
13 Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu. 14 Salam kepada Asinkritus, Flegon, Hermes, Patrobas, Hermas dan saudara-saudara yang bersama-sama dengan mereka. 15 Salam kepada Filologus, dan Yulia, Nereus dan saudaranya perempuan, dan Olimpas, dan juga kepada segala orang kudus yang bersama-sama dengan mereka. 16 Bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.

Bagaimana dengan kita sesama pelayan Tuhan di masa kini?

Daniel Zacharias