Robert L. Browning mendefenisikan upaya PAK Remaja sebagai suatu upaya menolong para remaja "menjelajahi seluruh medan hubungan-hubungan", mengalami selaku remaja "dalam terang Injil", menemukan kepribadian yang tepat, dan menerima tanggung jawab bagi makna dan nilai yang menjadi jelas bagi mereka ketika mereka mengidentifikasikan diri mereka sendiri dengan tujuan dan misi gereja dalam dunia.[1]
B. Tujuan
Di mata Browning tujuan PAK Remaja seharusnya sama dengan tujuan total gereja. Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa tujuan PAK Remaja adalah mengasuh para remaja dalam paguyuban Kristen sehingga mereka dapat mendengar Injil dan mengalami maknanya, menyadari kasih Allah hidup mereka, dan meresponnya dalam iman dan kasih.[2]
C. Sasaran
1. Tingkat usia: 13-18 tahun (remaja).
2. Tugas perkembangan dan ciri-ciri yang hendaknya sudah dicapai:
- Pada masa ini remaja mengalami kematangan organ seks tetapi belum berfungsi secara penuh.[3]
- Akibat perkembangan fisik ini (khususnya dari segi seksual) akan berdampak pada hubungan "kasualitas" yang berjalan dari aspek fisik ke aspek psikososial.[4]
2.b. Perkembangan Kognitif
Tahap operasi formal (11-15 tahun); Pada tahap ini remaja diharapkan telah mencapai kematangan intelek di mana ia sudah mampu berpikir jauh melampaui dunia real dan keyakinan sendiri dan sudah mulai mampu berpikir ilmiah (hipotetis-deduktif) dan sistematis serta tidak lagi sekedar meniru orang lain.[5]
2.c. Perkembangan Psikososial
Tahap Identitas lawan Kebingungan Peran (12-19 tahun); Pada tahap ini diharapkan remaja sudah dapat menentukan identitasnya yang jelas mengingat pada tahap ini remaja rentan sekali terhadap pengaruh luar demi sebuah "kesetiaan" atau "pengabdian" melalui konfirmasi ideologi-ideologi dan afirmasi dari kawan-kawan.[6]
2.d. Perkembangan Pengambilan Keputusan Moral[7]
- Tahap Orientasi Anak Baik; Pada tahap ini remaja biasanya melakukan perbuatan baik yang digerakan oleh keinginan-keinginan agar diterima dan disetujui oleh orang lain.
- Tahap Orientasi Hukum dan Ketertiban; pada tahap ini perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.
2.e. Perkembangan Iman[8]
Tahap Kepercayaan Sintetis-Konvensional (usia 12-17 tahun); pada saat ini remaja membentuk pandangan hidupnya melalui apa yang dipercayai oleh keluarganya sendiri, ke arah pandangan dari luar.
D. Lingkungan dan Suasana Pembelajaran
1. Tempat:
- Gereja (Kelas Remaja)
- Sekolah
- Rumah
- Masyarakat
2. Pendidik:
- Guru Sekolah Minggu Remaja/Jemaat
- Guru Agama Kristen
- Orang tua
- Masyarakat
E. Materi Yang Sesuai
- Untuk remaja yang sedang bertumbuh secara fisik berkenaan dengan masa pematangan seksual perlu diajarkan pokok "Seks Dalam Pandangan Alkitab".
- Remaja yang dari segi psikososial sementara sedang bertarung secara ideologis dengan berbagai macam tokoh dan isme sehingga perlu diperkenalkan mengenai Ajaran-ajaran Yesus dan tokoh Yesus sendiri dalam bahasa remaja dan bila perlu dibandingkan dengan tokoh-tokoh seperti Marthin Luther King Jr, Mahatma Gandhi, atau Mother Theresa.
- Perlu juga diajarkan mengenai "Li" (Cofucius) atau "Arete" (Plato) masing-masing sebagai Terang dan Garam dunia guna melawan kekaburan peran dalam gereja.
F. Metode:
- ceramah
- tanya jawab
- seminar
- diskusi
G. Hal-hal Lain
1. Gereja atau sekolah harus belajar melihat segi-segi pengajarannya melalui kacamata remaja.[9]
2. Gereja harus menempatkan suatu tujuan yang jelas mengenai peran remaja dalam gereja mengingat krisis identitas sedang melanda usia ini.
[1] Robert L. Browning, "The Church's Youth Ministry", Marvin J. Taylor, Penyunting, An Introduction to Christian Education (New York: Abingdon Press, 1966), 181.
[2] Ibid., 182.
[3] Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), 209-11.
[4] F. J. Monks, et al., Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), 265.
[5] William Crain, Theories of Development (New Jersey: Prentice Hall, 1992), 119-21.
[6] Erik H. Erikson, Identitas dan Siklus Hidup Manusia (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), 212; Calvin S. Hall & Gardner Linzey, Teori-teori Psikodinamik (Klinis) (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 151.
[7] Lawrence Kohlberg, Tahap-tahap Perkembangan Moral (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 232.
[8] A. Supratiknya, Teori-teori Perkembangan Kepercayaan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 30-32; bnd. Charles M. Shelton, SJ., Spiritualitas Kaum Muda (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 57-59.
[9] op. cit. Robert L. Browning, 184.
education from womb to tomb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar