Pendidikan Agama Kristen (selanjutnya PAK) untuk anak digambarkan sebagai sebuah proses yang menolong setiap anak untuk menempati setiap level perkembangannya sampai pada kepenuhannya, dan juga dalam menghadapi soal hidupnya dalam sebuah konteks konsep Kristen dan nilai dan tuntunan kesaksian dari mereka yang lebih dewasa dalam iman. Juga sebagai persiapan untuk hidup pada masa yang akan datang, yakni kehidupan pada masa sekarang yang sedang menuju pada sebuah kapasitas yang paling penuh dari jenjang usia dan dalam hadirat Allah.[1]
B. Tujuan
Pada akhirnya anak dibawa pada penggenapan diri dan kedewasaan dalam iman Kristen yang dicirikan melalui:
- penerimaan pribadi akan Yesus Kristus sebagai juruselamat dan Tuhan,
- dewasa dalam pengambilan keputusan dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Kristiani yang sudah terinternalisasi, serta
- kebenaran, kekudusan yang sejati, dan mencapai kepenuhannya dalam meneladani Kristus.[2]
C. Sasaran
1. Tingkat usia: 0-12 tahun (anak)
2. Tugas perkembangan dan ciri-ciri yang hendaknya sudah dicapai:
Perkembangan Jasmani/Fisik
- Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia 2 tahun sampai anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria.[3]
- Pertumbuhan selama awal masa kanak-kanak berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa bayi. Namun boleh dibilang semua anggota-anggota tubuh walaupun masih dalam ukuran kecil sudah ada dan mulai dapat berfungsi.[4]
- Sedangkan pada akhir masa kanak-kanak merupakan pertumbuhan yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun sebelum anak secara seksual menjadi matang pada saat mana pertumbuhan berkembang pesat.[5]
Perkembangan Kognitif:
- Stadium Sensomotorik (0-18 atau 24 bulan) [6]. Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensomotorik ini, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Pada usia ini yang berlangsung adalah kegiatan bergaul dengan dunia lingkungan, dengan memakai pancainderanya untuk menangkap segala sesuatu yang bergerak di sekitarnya.
- Stadium Pra-operasional (2-7 tahun)[7]. Anak pada stadium ini sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah mulai meniru dan dapat dikatakan kalau tahap ini adalah tahap permulaan pemikiran kognitif walaupun belum sistematis dan kurang logis.
- Stadium Operasional Konkrit (7-11 tahun)[8]. Pada masa usia sekolah ini, anak mempunyai kapasitas mental untuk mengatur dan menghubungkan pengalaman dalam suatu kesimpulan, memahami pembagian ruang, waktu, membuat kategorisasi, menilai, mengerti hukum sebab-akibat dan sebagainya. Pada masa ini anak sangat menggemari aturan main yang mengatur kegiatan bersama. Aktivitas logis tertentu dilakukan hanya dalam situasi yang konkrit.[9]
- Tahap Operasi Formal (11-15 tahun). Di sini anak memasuki taraf kematangan intelek di mana ia mampu berpikir jauh melampaui dunia real dan keyakinan sendiri, yakni memasuki dunia abstrak. Inilah awal berpikir hipotetis-deduktif, yang merupakan cara berpikir ilmiah. Anak mampu memakai pendekatan sistematis untuk memecahkan problem, dengan tidak hanya sekedar meniru dari orang di sekitarnya.
Perkembangan Psikososial[10]:
- Tahap Kepercayaan Dasar lawan Kecurigaan Dasar (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak sangat tergantung pada pribadi yang mengasuhnya, dengan kontak dengan pengasuh akibatnya terkembanglah kemampuan untuk percaya pada orang lain. - Tahap Otonomi lawan Rasa Malu dan Ragu-ragu (2-4 tahun)
Sasaran pokok dari tahap ini ialah mengembangkan rasa otonom dan kesadaran akan eksistensi yang tak bergantung di masa anak dapat memaksakan kehendak bebas dan otonominya berlawanan dengan otonomi orang tua. - Tahap Inisiatif lawan Rasa Bersalah (4-6 tahun)
Anak dengan kesanggupan indrawi, motorik, dan kognitif yang sudah berkembang merasa diri cukup kuat untuk mengusahkan, menyelidiki, dan mencoba segala hal. - Tahap Kerajinan lawan Rasa Rendah Diri (6-11 tahun)
Dalam periode sekolah ini anak akan mengembangkan rasa kerajinan, daya konstruksi, dan semangat kegiatan untuk mendapat pengakuan dari orang lain.
Perkembangan Pengambilan Keputusan Moral[11]
Tahap Pra Konvensional (4-10 tahun)
- Tingkat I: Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Suatu tindakan menurut aturan dinilai baik, jika tidak menimbulkan kesakitan atau ketakutan. - Tingkat II: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Perbuatan yang menurut aturan adalah baik jika memuaskan hati. Nilai-nilai hidup dinilai secara fisik dan pragmatis.
Tahap Konvensional (10-13 tahun)
- Tingkat III: Orientasi Relativis-Instrumental
Perbuatan baik adalah yang menyenangkan dan dapat diterima oleh orang lain. - Tingkat IV: Orientasi Hukum dan Keadilan
Perbuatan yang baik adalah melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.
Perkembangan Iman[12]
- Tahap Kepercayaan Elementer Awal (0-3 tahun)
Belum ada ciri-ciri nyata dalam imannya, namun taraf ini merupakan basis dari perkembangan rasa-percaya, keberanian, harapan, dan kasih, pada tahap berikutnya. - Tahap Kepercayaan Intuitif-Proyektif (3-7 tahun)
Anak berada dalam dunia fantasi dan imitasi dari cerita-cerita yang disampaikan oleh orang dewasa yang dekat dengannya. - Tahap Kepercayaan Mistis-Harafiah (8-11 tahun)
Anak memasuki taraf di mana ia mengambil-alih cerita-cerita, kepercayaan serta tradisi dari persekutuan di mana ia menjadi anggotanya, sebagai bagian dari dirinya.
D. Lingkungan dan Suasana Pembelajaran
Tempat
RC. Miller mengemukakan tempat PAK bagi anak, antara lain:
a. Rumah
b. Sekolah Umum
c. Masyarakat
d. Gereja[13]
Siapa Pendidiknya[14]:
a. Di rumah adalah orang tua.
b. Di Sekolah Umum adalah guru.
c. Di Masyarakat adalah Masyarakat sendiri.
d. Di Gereja adalah Jemaat.
Materi Yang Sesuai[15]
a. Usia 2-3 Tahun
- Tentang Allah:
“Allah Mengasihi Aku"
"Allah Menjaga Aku" - Tentang Yesus:
"Yesus Mengasihi Aku" - Tentang Keluarga:
"Allah Memberi Orang Tua"
"Aku Harus Menaati Orang Tua"
b. Usia 4-5 Tahun
- Tentang Allah:
"Allah Mengasihi Aku dan Orang Lain"
"Allah ada di mana-mana" - Tentang Yesus:
"Yesus mengasihiku dan Ia adalah sahabat terbaiku"
"Yesus ingin semua anak mengasihi-Nya" - Tentang Keluarga:
"Allah memberikan keluarga untuk memperhatikan dan mengajarku"
c. Usia 6-7 tahun
- Tentang Allah:
"Allah Mengasihiku dan Keluargaku dan Teman-temanku"
"Allah ingin kita berdoa dan membaca Alkitab" - Tentang Yesus:
"Yesus adalah Anak Allah" - Tentang Keluarga:
"Orangtua adalah Pemimpin dari Allah bagi kita di dunia"
d. Usia 8-9 tahun
- Tentang Allah:
"Allah berkuasa, bijaksana, dan ada di mana-mana" - Tentang Yesus:
"Yesus adalah Anak Allah dan Juruselamat" - Tentang Keluarga:
"Orang tua punya aturan untuk saya untuk ditaati, tetapi mereka juga harus punya aturan Allah untuk diikuti”.
e. Usia 10-11 Tahun
- Tentang Allah:
"Allah adalah Roh, Ia ada di mana-mana, tetapi rumah-Nya ada di Surga" - Tentang Yesus:
"Yesus menunjukan pada kita bagaimana hidup bagi Allah, sebab kesempurnaan Yesus adalah contoh bagi semua manusia" - Tentang Keluarga:
"Rumahku dan keluargaku adalah bagian dari rencana Allah bagi ku".
F. Pilihan Metode-Metode[16]
1. Metode Memberi Teladan
2. Metode Membaca
3. Metode Berbagi Pengalaman
4. Metode Percakapan
5. Musik dan Nyanyian
6. Melihat Gambar
Perlu juga diperhatikan bahwa dari segi Perkembangan Iman maka usia 3-7 tahun (Tahap Intuitif-Proyektif) dan usia 8-11 tahun (Tahap Mistis-Harafiah) sangat dipengaruhi oleh cerita jadi metode yang baik adalah Metode Cerita.[17]
G. Hal-hal Lain
- Prioritas-prioritas yang perlu diperhatikan adalah tetap memelihara keseimbangan kedudukan tiap-tiap tugas perkembangan dalam aplikasi penyajian materi.
- Akibatnya Unsur-unsur tersebut di atas sangat mempengaruhi materi yang dipilih.
[1] Carrie Lou Goddard, "The Christian Education of Children," Marvin J. Taylor, penyunting. An Introduction to Christian Education (New York: Abingdon Press, 1966), 175.
[2] Donald M. Joy, "Why Reach and Teach Children?". Robert E. Clark, et.al, penyunting. Childhood Education in the Church (Chicago: Moody Press, 1986), 19.
[3] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal. 108.; Diane E. Papalia & Sally Wendkos Olds, Human Development (Medison: McGraw-Hill Book Company, 1981), 91, 188, 189.
[4] Ibid., 110.
[5] Ibid., 148.
[6] F. J. Monks, et al., Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), hal. 218; William Crain, Theories of Development, edisi ketiga (New Jersey: Prentice Hall, 1992), hal. 104; bnd. N. K. Atmadja Hadinoto, Dialog dan Edukasi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 218.
[7] Ibid., 221.
[8] Ibid., 222-23.
[9] Ibid., N. K. Atmadja Hadinoto, bnd. Crain, 102.
[10] Erik H. Erikson, Childhood and Society (New York: WW. Norton & Company, 1963), 247-261; Erik H. Erikson, Identitas dan Siklus Hidup Manusia (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), 208-18; bnd. Calvin Hall & Gardner Lindzey, Teori-teori Psikodinamik (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 142-49.
[11] Lawrence Kohlberg, Tahap-tahap Perkembangan Moral (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 81-82; Ronald Duska & Mariellen Whelan, Perkembangan Moral (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 231-34.
[12] James W. Fowler, Stages of Faith (San Fransisco: Harper & Row Publishers, 1981), 117-73; bnd. A. Supratiknya, peny. Teori Perkembangan Kepercayaan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 27-30.
[13] Randolph Crump Miller, Education for Christian Living, edisi kedua (New Jersey: Prentice Hall, 1963), 99-164.
[14] Ibid.
[15] V. Gilbert Beers, Family Bible Library (Nashville: Southwestern, 1971), 10, 14-15, 18-19, 22-23, 26-27.
[16] V. Gilbert Beers, "Teaching Theological Concepts to Children". Robert E. Clark, et.al, penyunting. Childhood Education in the Church (Chicago: Moody Press, 1986), 363-79.
[17] Ruth Beam, "Storytelling for Children". Robert E. Clark, et.al, penyunting. Childhood Education in the Church (Chicago: Moody Press, 1986). Bd. Mary Elizabeth Mullino Moore, Teaching from the Heart (Minneapolis: Fortress Press, 1991), 136-38.
Daniel Zacharias
education from womb to tomb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar