Kemajuan teknologi belakangan ini memang semakin canggih. Lihat saja kemajuan teknologi kedokteran, komunikasi, transportasi, dunia pendidikan, peralatan elektronik bahkan militer. Ada sebagian orang yang bersyukur dengan adanya kemajuan ini tetapi tidak sedikit yang was-was dan malah menyesali kemajuan-kemajuan yang terkadang mendatangkan perubahan yang merugikan banyak orang. Lihat saja bagaimana industri di dunia ketiga dalam melakukan penghematan biaya tenaga kerja yaitu dengan menciptakan robot-robot canggih yang menggantikan pekerjaan manusia dengan ketelitian dan kecermatan lebih tinggi dari manusia. Bahkan di pintu tol Pasteur Bandung seseorang mendapatkan tiket tol bukan dari tangan petugas tol tetapi dari mesin penyedia tiket tol yang membaca kehadiran mobil yang mendekatinya melalui sensor yang ada. Namun jika kita membenci teknologi dan perkembangannya itu sama saja dengan melakukan bunuh diri. Kemajuan pada galibnya harus diakui bukan untuk ditolak dan ditakuti. Tetapi teknologi tetaplah teknologi. Di samping ia menjadi alat ukur kemajuan peradaban dan perkembangan manusia ia juga menjadi alat ukur bagi kecanggihan berpikir ala manusia modern atau malah postmodern dan tidak lebih. Sebab teknologi tidak dapat sebagai alat ukur bagi kemajuan moral dan iman seseorang, akibatnya teknologi dapat saja melunturkan peran agama serta budaya manusia. Karena tidak sedikit manusia yang sudah merasa canggih dengan berbagai penemuan menjadi kebablasan dengan menganggap bahwa semua penemuan itu pasti dapat menjawab kebutuhan terdalamnya sebagai manusia.
Alkitab menggambarkan bahwa gambaran tentang manusia secara umum di akhir zaman makin makin terlihat kerusakannya. Akar dari semua yang membuat manusia makin terpuruk jauh dalam II Timotius 3:2: “manusia akan mencintai dirinya sendiri”. Kaidah emas yang dipergunakan Yesus untuk mengingatkan bahwa kita harus mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri sendiri diubah total menjadi kita hanya mengasihi diri kita sendiri saja tanpa mempedulikan orang lain. Yesus rindu agar kita membangun relasi bukan sebagai manusia sosial budaya dan politik saja tetapi juga sebagai manusia rohani yang berelasi dalam terang kasih-Nya. Seharusnya makin maju manusia yang kemudian ikut terkembang adalah unsur rohaninya, namun dalam kenyatannya pemahaman intelejensia manusia berlari seperti kijang tetapi pemahaman rohaninya berlari seperti penyu. Semakin maju manusia ternyata sulit untuk menciptakan hubungan dengan sesama malah sebaliknya manusia semakin mencintai dirinya sendiri atau bersikap individualistis.
Kecintaan terhadap diri bukan merupakan masalah yang kecil, karena kecintaan semacam itu (yang lebih pada pemahaman hedonis dan pemuasan diri sendiri) bisa nyata dalam berbagai perilaku sebagaimana tercatat dalam II Timotius 3:1-9:
- Menjadi hamba uang
- Mereka akan membual dan menyombongkan diri,
- Mereka akan menjadi pemfitnah,
- Mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih,
- Tidak mempedulikan agama,
- Tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai,
- Suka menjelekkan orang,
- Tidak dapat mengekang diri, garang,
- Tidak suka yang baik, suka mengkhianat,
- Tidak berpikir panjang,
- Berlagak tahu,
- Lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.
Dalam kaitannya dengan kehidupan ibadah, orang-orang tersebut masih berada dalam gereja tetapi sesungguhnya:
- Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.
- Sebab di antara mereka terdapat orang-orang yang menyelundup ke rumah orang lain dan menjerat perempuan-perempuan lemah yang sarat dengan dosa dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu,
- Yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran.
mereka menentang kebenaran. - Akal mereka bobrok dan iman mereka tidak tahan uji.
Melihat kenyataan ini hendaknya kita tidak ikut larut dalam keterpurukan perilaku manusia akhir zaman. Kesalahan tidak terletak pada teknologi dan segala kemajuannya. Yang salah terletak pada ketidakmampuan manusia memilah antara yang berkenan kepada Allah dan yang merupakan kemajuan manusia. Teknologi jangan diduelkan dengan agama tetapi diduetkan. Teknologi kita pakai untuk melayani Allah dan sesama bukan sebaliknya kita mengorbankan Allah dan sesama demi kemajuan teknologi.
Pada pembahasan selanjutnya akan saya jelaskan masing-masing karakter manusia di akhir zaman tersebut! Tuhan memberkati kita semua!
Daniel Zacharias (dapetza@cbn.net.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar