Yohanes 17:21
“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”
Yesus mengatakan “supaya semua menjadi satu” tidak dalam pengertian Ia sedang mengupayakan sebuah keseragaman (uniform) tetapi sebuah kesatuan (unity), yang memang berangkat dari perbedaan-perbedaan. Fokus utama pembicaraan Yesus saat itu terarah kepada murid-murid-Nya yang datang dari berbagai orientasi, berbagai kemampuan, berbagai fokus hidup, berbagai jenis emosi yang berbeda-beda. Persatuan di antara mereka di zaman itu dan persatuan di antara gereja-gereja kita di zaman sekarang memang tidak akan pernah meniadakan perbedaan-perbedaan, namun yang perlu mendapat catatan bagi kita adalah bahwa perbedaan-perbedaan bukan alasan bagi mereka yang dulu pernah hidup dan kita yang hidup sekarang ini untuk tidak bersatu di zaman masing-masing. Perbedaan bukanlah kutuk bagi gereja tetapi sebenarnya adalah sebuah anugerah, tetapi sayangnya banyak gereja tidak tahu bagaimana menangani “anugerah Allah yang kaya ini” ini.
Batas-batas yang muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, namun jangan pula dilihat secara negatif sehingga dipergunakan secara keliru pula. Tidak sedikit dari gereja yang memandang batas-batas itu dengan negatif, akibatnya tidak sedikit gereja pula yang memandang perbedaan sebagai alat:
1. Untuk menarik diri (karena merasa tidak cocok);
2. Atau untuk mendominasi (karena merasa paling benar)
Di Belfast, Irlandia, seperti dituturkan Anthony de Mello, Imam Katolik, Pendeta Protestan, dan rabbi Yahudi terlibat dalam debat teologi yang sengit. Tiba-tiba malaikat Tuhan tampak di antara mereka dan berkata: “Tuhan menyampaikan berkat. Ajukanlah satu permohonan damai dan permohonan itu akan dikabulkan oleh Yang Mahakuasa.” Pendeta Protestan berkata: “Biarlah semua orang Katolik lenyap dari pulau Indah ini. Lalu damai akan berkuasa.” Imam berkata: “Jangan ada satu orang Protestan tinggal di bumi suci Irlandia ini. Ini akan mendatangkan damai kepada pulau ini.” “Dan bagaimana engkau rabbi?” kata malaikat, “Apa engkau tidak punya permohonan sendiri?” “Tidak,” kata rabbi. “Perhatikanlah permohonan dua tuan ini saja dan aku akan senang sekali!”
Berkaca pada kisah di atas, maka bila gereja berada dalam posisi-posisi semacam ini maka gereja sedang kehilangan Doa Yesus dalam diri mereka. Yang mempersatukan gereja-gereja adalah Kristus yang diwujudkan melalui kasih-Nya. Kasih itu menembus batas: tidak hanya dalam pengertian denominasi atau aliran gereja, tetapi juga dalam pengertian yang lebih luas yaitu batas suku, batas agama, strata pendidikan dan ekonomi. Jenis Kasih kita bukan kasih lokal dan terkotak-kotak. Dan hal yang perlu diingat pula bahwa ide kesatuan dan persatuan bukanlah ide sosial humanistik dari gereja tetapi itulah DOA YESUS BUAT GEREJANYA dan itulah misi horisontal yang perlu dibangun di antara gereja masa kini (di Indonesia ada 323 sinode gereja - Depag 2008). Penggenapan doa Tuhan Yesus itu bergantung pada kerinduan gereja-Nya untuk bersatu. Bersatu yang dimaksud di sini adalah: kita bergandengan tangan tanpa terhambat oleh batas-batas denominasi kita untuk mewujudkan panggilan gereja bagi dunia ini:
DIAKONIA (pelayanan kasih)
MARTURIA (kesaksian)
KOINONIA (persekutuan)
Persatuan yang ada tak hanya menggenapi doa Yesus tetapi juga membuat gereja semakin efektif dalam perjuangannya di dunia ini dan tidak tumpang tindih. Dunia membutuhkan gereja tidak dalam kapasitas berlindung di balik batas-batas tetapi dengan kasih yang dimiliki gereja, maka masing-masing mengatasi batas-batas tersebut guna memulihkan dunia.
Peristiwa Penebusan Kristus adalah peristiwa penyelamatan dunia oleh Dia bukan penyelamatan terhadap gereja tertentu. Sisi lain dari pengutusan Yesus adalah untuk menujukkan kesatuan di dalam gereja: “supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”. Kasih Kristus begitu lebar, tinggi, dan luas sehingga tidak bisa dibatasi atau dikandangi dalam denominasi tertentu. Kasih-Nya meluap-luap dan mendesak pribadi-pribadi agar tidak tinggal dan tidur dalam “kandang denominasinya” tetapi keluar dan bergandengan tangan untuk mengatasi pergumulan-pergumulan dunia. Sudah saatnya kita saling memberkati "tubuh Kristus" yang adalah kita sendiri di antara kepelbagaian (unity in diversity).
Bila kasih Kristus sudah menembus batas, maka adakah kita mau diajak untuk berpikir dan bertindak mengatasi atau melewati batas-batas itu?
Daniel Zacharias
1 komentar:
I am assured, what is it was already discussed.
Posting Komentar