18 Februari 2009

KEAKRABAN DAPAT DIPULIHKAN KEMBALI

Mazmur 51

Mazmur 51 menggambarkan penyesalan yang paling mendalam. Bagian ini adalah bagian yang paling tajam dan paling menyentuh dari sebuah otobiografi. Bagian ini merupakan sebuah gambaran klasik mengenai kondisi seseorang manusia yang berdosa, yang berkembang dari sikap keras kepala, melewati tahap penyesalan yang mendalam, dan tiba pada pemulihan yang luhur. Bahasanya, seperti pengalaman yang digambarkan, tidak ketinggalan zaman dan tetap relevan untuk setiap usia maupun setiap bangsa. Siapakah di antara kita yang belum memiliki kesempatan untuk menjadikan Mazmur 51 sebagai pengalaman kita sendiri dan berjalan bersama Daud di atas jalur kesedihan yang mendalam dan masuk ke dalam sebuah pemulihan?

Judulnya memberi petunjuk waktu terjadinya. "Untuk pemimpin biduan. Mazmur dari Daud, ketika Nabi Natan datang kepadanya setelah ia menghampiri Batsyeba."

Setelah bangkit nafsu birahinya melihat kecantikan Batsyeba, sang Raja jatuh ke dalam dosa perzinahan, yang akhirnya menjerumuskan dia ke dalam tipu daya kotor yang mencapai puncaknya dengan pembunuhan suami perempuan tersebut, Uria.

Perlu kita sadari bersama bahwa setelah ia sukses menikah dengan Batsyeba ia tidak menikmati malam-malam panjang dengan isteri barunya, ia hidup dalam tekanan rasa bersalah yang berkepanjangan. Dalam Mazmur 32 sangat jelas bagaimana hal tersebut ia alami. Dalam permulaan teks yang berada tepat di bawah judul mazmur tersebut, "Dari Daud. Nyanyian Pengajaran", tertulis:

"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!
Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!"

Daud adalah orang yang sudah merasakan bagaimana bahagianya menjadi orang yang diampuni Allah. Ia dapat merasakan demikian karena ia pernah melewati masa-masa berat di dalam kekerasan hatinya untuk mengakui dosanya di hadapan Allah (Maz 32:3-4):

"Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;
sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas."

Tuhan memakai kuasa Natan, sang Nabi, sebagai pencari jiwa yang terhilang -- "Engkaulah orang itu!"--untuk menguakkan betapa besarnya dosa Daud, sementara pada waktu yang sama Ia memperlihatkan rahmat serta kasih karunia-Nya yang tak terukur. "Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati" (II Samuel 12:7, 13). Allah tidak pernah meninggalkan orang berdosa yang menyesal untuk tetap berkubang di tempat yang kotor.

Mazmur 51 itu merupakan suatu curahan isi hati yang hancur, yang disampaikan apa adanya, tanpa ditutup-tutupi, penuh dengan perasaan bersalah, disertai dengan suatu pertobatan yang tulus setelah melewati episode yang memalukan dan sulit terlupakan. Namun, mazmur ini sarat dengan penghiburan, karena ia menyatakan isi hati Tuhan dan sikap-Nya terhadap mereka yang telah gagal. Allah menghendaki agar manusia kembali menjalin keakraban dengan-Nya.

Daud tidak berupaya mengemas dosanya dalam serangkaian retorika, karena doanya semata-mata meruapakan serangkaian sedu sedan dari hati yang hancur. Ia tidak meminta kondisi yang meringankan; ia pun tidak berupaya membela diri. Betapa besar dosanya tidak diucapkan dengan suara lirih, melainkan diakui dengan apa adanya. Inilah pengakuan dari hati yang hancur dan diucapkan dalam kata-kata yang tegas: "Kasihanilah! Tahirkanlah! Hapuskanlah! Bersihkanlah! Murnikanlah! Sembunyikan wajah-Mu dari dosa-dosa ku! Jadikanlah! Janganlah membuang aku! Perbaharuilah! Pulihkanlah! Selamatkanlah! Bukalah bibirku! Inilah pengakuan yang sejati, yang bebas dari semua rasa malu maupun ketidaktulusan. Cermatilah pengakuannya dengan saksama.

Konsep dibalik kata Yunani untuk kata mengaku ialah "mengatakan hal yang sama", dengan kata lain, mengaku bersalah kepada diri sendiri untuk apa yang dituduhkan. Apabila kita mengaku dosa kita dan mengakui kesalahan kita kepada Allah, kita sepakat dengan Dia dalam hal penilaian-Nya mengenai keseriusan dosa kita dan kita berada di pihak-Nya untuk melawan dosa itu (Maz 32:3-7). Daud mengambil sikap itu dalam Maz 51 yang menggambarkan pengakuan dosanya kepada Allah.

Roh Kudus telah mengerjakan suatu perasaan berdosa yang serius dalam diri raja yang menyesal itu, sebegitu serius sehingga tidak satu kata pun yang cukup memadai untuk mengungkapkannya. Daud menggunakan 3 kata untuk mengakui bahwa ia sadar betapa besar dosanya dan kerinduannya untuk memulihkan keakrabannya dengan Allah: pelanggaran, melangkahi dan menghancurkan hukum Tuhan, kejahatan, yang jauh dari lurus, secara moral bengkok; dosa, kehilangan nilai-nilai, gagal untuk mencapai tolok ukur dan sasaran ilahi.

Allah menyembunyikan wajah-Nya dari Daud selama 12 bulan dan Daud rela menderita dalam suasan yang suram itu. Namun, kini Daud memohon kepada Tuhan untuk memalingkan sinar wajah-Nya ke arahnya serta tidak melihat dosa-dosanya lagi. Kendati Allah mendengar jeritannya dan mengampuninya, Daud tidak lolos dari konsekuensi-konsekuensi sosial yang ditimbulkan oleh karena kejatuhannya. Namun yang merisaukannya bukanlah akibat dari semuanya itu; kesedihannya berasal dari perasaan malu karena ia sudah mencoreng arang pada nama Allahnya dan ia merusak semua keintiman dan keakraban dengan Allahnya. Kedukaan yang sejati dari anak Allah bukan terletak pada apa yang perbuat bagi dirinya sendiri yang mendukakan diri sendiri, tetapi apa yang dirinya telah perbuat yang mendukakan hati Allah.

Pada akhrinya, Daud adalah orang yang ingin agar riwayat hidupnya yang bernoda dihapus, pencemaran ia lakukan dibasuh, penyakit yang dideritanya disembuhkan, serta keakrabannya dengan Allah dikembalikan.

Sebagaimana Daud yang bersedia mengaku dosanya (walau membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama) hal sedemikian berarti ia sudah pula membuat dirinya kembali bersahabat dan akrab dengan Allah.

Kekerasan hati kita dengan bertahan dan terus menyayangi dan memelihara dosa-dosa favorit kita hanya akan membuat kita semakin jauh dari Allah dan menciptakan ketakutan yang tidak kudus kepada-Nya. Dosa membuat kita tidak sanggup berkonsentrasi pada Allah, karena sekarang kita tidak sedang sibuk memerangi godaan-godaan dosa itu. Dosa pada akhirnya membuat kita melawan Allah. Sebaliknya dengan kita mengaku dan meninggalkan dosa maka kita bisa berkonsentrasi dalam kekariban dengan-Nya.

Dosa melukai hati Tuhan tetapi pengakuan membangkitkan pengampunan-Nya. Orang yang berkajang dalam dosa merusak keintimannya dengan Allah, tetapi orang yang mengaku dosanya dan bertobat sehingga karena karya pengampunan Allah memulihkan keakraban yang hilang.

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

Tidak ada komentar: