24 Februari 2009

Keakraban Dengan Allah Dipelihara Melalui Persekutuan

Yohanes 15:1-8

Dalam persekutuan di kamar atas (upper room), ketika Yesus mengutarakan isi hati-Nya kepada murid-murid-Nya, Ia menekankan perlunya dan pentingnya pemeliharaan hubungan yang paling dekat dan akrab dengan Dia sendiri. Untuk menggambarkan ini, ia menceritakan perumpamaan pokok anggur dan ranting-rantingnya, dengan pelajaran intinya bahwa pohon anggur hanya akan berbuah bila ranting itu tetap melekat pada pokok anggur:

"Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku" (Yoh 15:4).

Apa maknanya? Tinggal di dalam Kristus, hanya mungkin dialami oleh orang-orang Kristen yang sejati. Tinggal di dalam Kristus berarti memelihara hubungan yang tak terputus dengan Kristus dalam kasih yang karib. Kata tinggal semata-mata berarti "berada, tinggal, berkelanjutan, melekat". Maknanya seakan-akan Tuhan sedang berkata, "Apabila engkau percaya kepada-Ku, engkau dipersatukan dengan Aku. Jangan biarkan apa pun atau siapa pun memutuskan kesatuan yang akrab itu. Tetaplah bergantung pada-Ku." Jika saluran yang menyatukan pokok anggur dan ranting dihambat atau putus, pohon anggur itu tidak mungkin berbuah.

Pokok anggur yang benar (ayat 1)
"Akulah pokok anggur yang benar" -- pokok anggur yang sebenarnya, yang asli, inilah yang dikatakan-Nya. Sebelumnya, bangsa Israel telah dilambangkan sebagai kebun anggur (Yesaya 5:1-2). Bangsa Israel telah ditanami "pokok anggur pilihan", tetapi kondisi kebun itu menjadi buruk dan hanya menghasilkan buah anggur yang asam, sekalipun mendapat perawatan dan perhatian dari Allah (Yes 5:2).

Persekutuan Yang Akrab Dengan Allah Ditunjukkan Dengan Hidup Yang Berbuah
Sebagai perbandingan dari pokok anggur yang asam, Yesus menyatakan, "Akulah pokok anggur yang benar," dan kemudian Ia menyatakan bahwa yang penting ialah pokok anggur yang berbuah lebat. "Tinggalah di dalam-Ku."

Pasalnya, pokok anggur hanya dapat berbuah melalui ranting-rantingnya. Di hadapan murid-murid yang merasa heran, Ia membuat pernyataan yang mendebarkan hati, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya" (Yoh 15:5, cetak miring ditambahkan), artinya: disatukan dengan pokok anggur dalam hubungan yang akrab sambil menggunakan zat pemberi kehidupan yang sama.

Ranting yang tidak berbuah (15:2-3)
"Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya." Fungsi dari pokok anggur sebatas menghasilkan buah saja. "Pokok anggur itu hidup guna memberi zat kehidupan." Carang dari pokok anggur itu tidak memberi manfaat apapun kecuali untuk menghasilkan buah. Jika ranting tidak dapat menghasilkan buah, ia tidak dapat berfungsi lagi. Ia akan ditebang dan dibakar.

Dalam perikop teresebut, Tuhan kita tidak sedang membicarakan mengenai keselamatan. Tema-Nya adalah mengenai hidup yang berbuah. Ayat-ayat ini tidak mengajarkan bahwa orang Kristen yang tidak berbuah akan kehilangan keselamatannya, tetapi bahwa ia akan kehilangan upahnya jika kehidupannya sia-sia. Ranting-ranting seperti ini "dicampakkan ke dalam api lalu dibakar". Orang-orang Kristen yang tidak berbuah akan kehilangan pengaruh terhadap Allah dan kesaksiannya di hadapan manusia pun akan hilang. Oleh sebab itu mereka harus tetap tinggal di dalam Kristus.

Ranting yang berbuah (15:4-6)
Agar berbuah, kita harus "tinggal pada pokok anggur"--dalam sebuah kesatuan yang hidup dengan pokok anggur yang benar, dan tidak mengizinkan apapun berada di antara kita dengan Dia. "Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (ayat 5). Kemutlakkan dan akhir dari pernyataan itu menggoyahkan hati kita. Kita bukan saja "berbuat sangat sedikit" melainkan "tidak dapat berbuat apa-apa". Apabila kita ditebang dari sumber pemberi kehidupan, kita menjadi layu dan mati. Buah mustahil dihasilkan apabila hubungan dengan pokoknya putus.

Pernyataan yang pasti seperti ini harus membuat kita berhenti sejenak dan kemudian bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita benar-benar tinggal di dalam Dia dan menghasilkan buah, ataukah kita sedang menjadi tumpukkan sampah yang siap dibakar.

Agar memberi hasil yang maksimal, ranting-ranting anggur perlu dibersihkan dengan cermat--lebih cermat dibandingkan dengan pohon-pohon lain. Jika tidak dipotong, buahnya akan jarang dan asam. Jadi, Tuhan membersihkan hidup anak-anak-Nya, membersihkan cabang-cabang pertumbuhan yang penting dalam hidup manusia, bukan karena Ia senang melihat mereka menderita, melainkan agar hidup mereka bisa semakin berbuah. Ia ingin melihat anak-anak-Nya bertumbuh dalam kedewasaan rohani.

Tinggal di dalam itu harus dari kedua belah pihak
"Tinggalah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu" (15:4). "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, ..." (ayat 7). Inilah sebuah janji bersyarat bahwa doa akan dijawab. "Mintalah apa saja yang akan kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Kristus di dalam aku--dan aku di dalam Kristus--Firman Kristus tinggal di dalamku. Ini benar-benar suatu keakraban. Dengan firman-Nya yang terus-menerus direnungkan, disukai, dan dipercayai, dan ditaati, kita akan makin menerima dan mencerminkan pikiran Kristus. Kehendak-Nya menjadi kehendak kita, dan kerinduan kita akan menjadi kerinduan-Nya. Tinggal di dalam secara timbal balik berarti bahwa kita suka melakukan apa yang Allah suka.

Buah yang berlimpah merupakan bukti bahwa kita adalah murid-Nya (15:8)
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku" (ayat 8). Tidak semua orang percaya adalah murid-murid sejati, menurut pernyataan itu. Tinggal di dalam kasih-Nya merupakan bukti bahwa kita adalah murid-Nya. Kita menikmati kasih-Nya, bersukacita di dalamnya. Kasih-Nya yang besar sama seperti kasih yang dimiliki Bapa bagi Anak-Nya (15:10). Ketaatan yang sederhana adalah rahasia untuk tinggal di dalam kasih-Nya. Tak ayal lagi, saling mengasihi akan menghasilkan keakraban yang makin mendalam.

Sukacita yang tetap adalah hasil dari tinggal di dalam Allah (15:11)
"Semuanya itu Kukatakan kepadamu ... dan sukacitamu menjadi penuh." Dengan kata lain, "Engkau bisa merasakan sukacita-Ku." Sukacita kita tidak dapat dilepaskan dari sukacita-Nya. Hal ini terjadi karena adanya sebuah persekutuan yang memungkinkan terjadinya aliran sukacita Allah dari pokok kepada ranting-rantingnya.

Keakraban dengan Allah tanpa sebuah persekutuan dengan-Nya adalah sebuah kemustahilan. Kita perlu terus menekankan keakraban dengan Allah sebagai sebuah bagian dari tindakan iman dan wujud iman. Keterikatan dan kebergantungan kita kepada Allah menunjukkan betapa akrabnya kita dengan Allah. Dan bukan itu saja hasil keakraban itu tentunya harus terlihat dalam berbagai aspek hidup mulai dari cara dia mendefinisikan hidup, dia menjalani hidup, dia mengomentari hidup, dia menyiasati hidup, dia mengisi hidup, dia mengatur hidup, dia membenahi hidup, dimana tidak ada satu titik pun yang melukai hati Allah, tetapi sebaliknya justru memuliakan Allah. Kunci dari sebuah keakraban dengan Allah adalah persekutuan dengan-Nya (I Kor 15:58).


Daniel Zacharias
education from womb to tomb

Tidak ada komentar: