Kemurnian iman seharusnya menjadi sesuatu yang bergerak di balik tindak-tanduk orang
percaya. Mereka yang menerima Kristus berarti menerima suatu tatanan baru di dalam terang pemerintahan Allah atau Kerajaan Allah. Sepak terjang orang percaya idealnya mencerminkan gaya hidup warga Kerajaan Allah. Ucapan ini bukan sebuah kemustahilan di tengah-tengah dunia yang sementara terpuruk.
Kehadiran Yohanes Pembaptis di tengah-tengah masyarakat Yudaisme saat itu membawa berita yang mengoreksi umat kerajaan Allah yang tidak hidup dalam gaya hidup warga kerajaan Allah. Berita Yohanes Pembaptis mengoreksi kemapanan dan kebakuan rohani dan etika saat itu. Menurut Yohanes Pembaptis status umat Allah saat itu harus sepadan dengan praktek hidup sehari-hari.
Kehadirannya sebagai perintis jalan bagi kehadiran sang Mesias mensyaratkan sebuah gaya hidup baru yang mencakup antara lain:
Pertobatan
Isi pemberitaan Yohanes sebenarnya sangat sederhana tetapi menuntut sebuah komitmen yang tidak main-main yakni soal pertobatan. Pertobatan saat itu masih dipertanyakan apakah masih perlu atau tidak mengingat mereka memiliki status sebagai Anak Abraham dan Abraham adalah bapa mereka. Mereka berpikir dengan status itu mereka akan terjamin pada hari penghakiman. Anggapan semacam ini dimentahkan oleh Yohanes Pembapatis dengan mengajukan pertanyaan: “Hai kamu keturunan ular beludak! Siapakah yang mengatakan kepada kamu supaya melarikan diri dari murka yang akan datang? (ayat 7). Selanjutnya dengan tegas ia mengatakan, “Dan janganlah berpikir dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! “. Bagi Yohanes yang dibutuhkan sekarang adalah pertobatan bukan status. Pertobatan berarti membuka jalan bagi pekerjaan Allah menyelamatkan dunia. Pertobatan di masa Yohanes dikaitkan dengan baptisan (simbol pembasuhan dari dosa) dan pengampunan dosa (ayat 3). Bagi Yohanes penataan dunia berangkat dari penataan manusianya. Berita yang ia bawa berkenaan langsung dalam hubungan manusia dengan Allah. Bagi Yohanes urgensinya tidak dapat ditawar dan ditolak tetapi menuntut sebuah jawaban pasti dengan pembuktian yang jelas.
Menghasilkan Buah Sesuai Dengan Pertobatan
Bagi Yohanes, pertobatan, bukan sebuah hal akhir. Pertobatan senantiasa menuntut pembuktian. Ia berkata: “Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan.” Ajaran Yohanes ini seperti mengawinkan teologi Paulus (diselamatkan karena iman bukan perbuatan) dengan teologi Yakobus (iman tanpa perbuatan adalah mati). Pertobatan memang sebuah langkah awal yang sangat diperlukan tetapi itu bukan segalanya karena ia harus menunjukkan terjemahannya dalam seluruh aspek kehidupan.
Ajakan Yohanes mendorong orang bertanya: “Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?”. Pertanyaan ini seolah ingin mengatakan bagaimana caranya bertobat itu dan apa yang harus kami kerjakan di dalam pertobatan itu dalam keseharian kami? Penulis Injil Lukas mencatat bagaimana menerjemahkan “menghasilkan buah sesuai dengan pertobatan” dalam keseharian masyarakat di jaman itu. Ia mengambil beberapa sampel:
- Pertama, di tengah-tengah masyarakat majemuk Yohanes mengajak mereka untuk memiliki kesetiakawanan sosial (bnd. ayat 11.).
- Kedua, kepada para pemungut cukai, ia berpesan agar mereka tetap boleh memungut cukai (dan itu bukan dosa) tetapi jangan lakukan pemerasan dalam pekerjaan tersebut. Yohanes bisa memilah-milah antara yang berkenan kepada Allah dan yang tidak.
- Ketiga, kepada prajurit-prajurit, ia berpesan agar mereka tidak merampas dan memeras karena jabatan mereka, dan mencukupkan diri dengan gaji mereka.
Pesan penyelamatan Allah melalui Yohanes Pembaptis ternyata memiliki segi holistiknya. Ia tidak melulu berwajah spiritualitas dan religiositas. Ia juga berwajah sosial dan etis. Sehingga gaya hidup kerajaan Allah tidak hanya nyata dan tampak dalam tembok gereja tetapi juga di luar tembok gereja. Kalau memang kita sudah bertobat, apa sih buktinya?
education from womb to tomb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar