02 Maret 2009

BULUH YANG PATAH TERKULAI TIDAK AKAN DIPUTUSKANNYA

Matius 12:15b-21
15b Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. 16 Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia, 17 supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: 18 "Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. 19 Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. 20 Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan di-padamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. 21 Dan pa-da-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap."

Walaupun banyak mujizat yang terus Yesus lakukan namun Ia melarang dengan keras agar mereka tidak memberitahukan tentang siapa Dia. Dalam naskah asli Yunani hanya dikatakan: “membuat Dia menjadi nyata”. Boleh jadi Yesus melarang mujizat-Nya diumumkan supaya jangan fungsi-Nya sebagai “tabib ajaib” saja, Yesus tidak mau selalu dikerumuni orang sakit karena hal ini dapat menjadi halangan dalam tugas-Nya yang penting sebagai pengkhotbah dan sebagai pengajar murid-murid-Nya. Kemung-kinan juga ada alasan tambahan bagi Yesus yaitu bahwa pada waktu itu Ia mau sedikit bersembunyi dari musuh-musuh-Nya (ayat 15a). Dalam hal ini kelihatannya Matius mengutip Yesaya 42:1-4 (dalam bentuk yang sedikit lebih bebas) untuk memperlihatkan bahwa cara bekerja Yesus adalah cara yang tenang dan kadang-kadang agak tersembunyi dan hal ini sesuai dengan nubuat dalam PL.

Tetapi Matius mengatakan: “lihatlah, cara Yesus adalah persis sama sama dengan cara hamba Tuhan di Yesaya 42:1-4. Hamba Tuhan itu adalah oknum yang dipilih dan dikasihi oleh Tuhan, dan yang dipenuhi dengan Roh Kudus, sebagaimana halnya pada Yesus; pada pembaptisan di sungai Yordan, Yesus menerima Roh Kudus dan suara dari surga menyebut-Nya orang yang dikasihi Allah.

Dalam Yesaya 42 dikatakan bahwa hamba Tuhan menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa, hamba Tuhan tidak akan berteriak dan memperdengarkan suaranya di jalan, yang berarti bahwa hamba Tuhan tidak akan tampil ke muka dengan kekerasan. Nubuat inilah yang dipenuhi dalam Yesus. Yesus bekerja dengan terang. Ia tidak memakai kekerasan bahkan kadang-kadang menyingkir ka-rena musuh-musuh-Nya (Mat 12:15a). Dan Ia tidak mencari per-bantahan yang hebat dengan orang Farisi.

Dalam Yesaya 42:3 dikatakan bahwa hamba Tuhan akan penuh kasih; Ia tidak akan mematahkan buluh yang patah terkulai dan tidak akan memadamkan sumbu yang pudar nyalanya. Di dunia ini menurut J. J. de Heer orang yang lemah seringkali menyerupai buluh yang patah terkulai dibiarkan saja. Namun nubuat Yesaya digenapi dan dipenuhi secara lengkap di dalam diri Yesus. Betapa besar perhatian dan kasih Yesus terhadap orang yang lemah, orang sakit dan orang yang berdosa, yang sudah seperti “buluh yang patah terkulai”. Sifat itu selalu nyata pada Yesus. Misalnya pada waktu Petrus tiba-tiba diliputi ketakutan dan menyangkal Yesus, tetapi kemudian menangis tersedu-sedu karena menyesal, namun Yesus tidak membuang Petrus melainkan membangunnya. Begitulah sifat Yesus sampai sekarang ini.
Ada satu kenyataan yang tak dapat dipungkiri oleh orang percaya di mana pun, yang berada dibawah kolong langit ini, yakni bahwa mereka masih dapat mengalami berbagai kesulitan dalam hidup mereka. Orang percaya sesaleh apapun suatu saat bisa saja diijinkan Allah mengalami kekurangan, dicurangi orang lain, difitnah, kele-mahan tubuh atau sakit, kehilangan orang yang disayangi, kepahitan, kekecewaan, kuatir, dan kemalangan. Gambaran ini se-jajar dengan apa yang diumpamakan dengan istilah “buluh yang patah terkulai” atau “sumbuh yang pudar nyalanya”.

Di Israel, “buluh” mirip dengan pohon yang batangnya memiliki ruang. Para gembala seringkali mengambil batangnya dan di-buatlah sebuah seruling sederhana yang memberikan penghiburan tatkala mereka kesepian berada di tengahpadang dalam tugas penggembalaannya. Karena batang dari buluh itu tidak begitu kokoh maka dapat saja menjadi patah. Dan ketika patah, gembala tersebut tidak memutuskannya atau membaginya menjadi dua (ada perasaan sayang yang tercipta karena ikatan batin), tetapi malah menyambungnya dengan mengganjalnya menggunakan buluh yang lain. Sumbu pun mengalami hal yang sama. Ketika ia mulai redup, maka ia tidak dipadamkan tetapi terus dipergunakan dengan terus menambahnya dengan ujung sumbu baru.

Pengertian bagian ini sesuai dengan Yes 42:4, dimana dikatakan bahwa Hamba Tuhan tidak akan menjadi pudar, sampai Ia menegakkan hukum di bumi. Hal ini akan dipenuhi dalam Kristus. Walaupun Kristus bekerja dengan tenang, tanpa kehebohan, dan banyak orang berusaha untuk membungkam-Nya, namun pada akhirnya Ia berhasil dan akan menjadikan hukum Allah menang di dunia.

Dalam penerapan terhadap manusia maka nas ini hendak mengatakan kepada kita bahwa “sekalipun kita mengalami kemalangan” seperti nasib “buluh yang patah terkulai” tetapi Allah tidak akan membiarkan kemalangan tersebut “menghancurkan kehidupan orang percaya” sejajar dengan ungkapan “tidak akan diputuskan-Nya”. Memang setiap orang percaya masih memiliki kemungkinan untuk “patah terkulai” tetapi Allah tidak akan membiarkannya sampai “putus” atau “diputuskan”.

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

2 komentar:

ridwan mengatakan...

Buluh yang patah dan sumbu yang redup menurut saya bukan analogi keadaan orang percaya yang sedang dalam kesulitan/kesusahan melainkan suatu gambaran dari Kristus yang tetap setia meskipun Ia masuk dalam keadaan lunglai(susah) dan redup(tak bersinar=tak dihargai lagi oleh orang banyak/Yesus tidak dianggap sebagai Allah. namun Yesus tetap tegar (tidak patah dan tidak padam)demi keselamatan semua umat. Ia tidak menyerahkan akan kehendak diriNya tapi menyerahkan pada kehendak Bapa di Surga.salam sukacita Fr: Ridwan

Dapetza mengatakan...

Sdr. Ridwan,
Saya rasa dari awal penjelasan pembasaan saya semuanya menuju kepada Kristus.

Dan pada alinea terakhir baru saya mengadakan penerjemahan kepada manusia, sebagai cara penasiran progresif yang terbuka, tinimbang penafsiran klasik yang bersandar pada Kristus belaka. Padahal keserupaan dengan Kristus (Roma 8:29), agaknya mungkin diwakili dengan gambaran ini. Saya pada prinsipnya tetap menganggap ini kepada Kristus, tetapi tidak tertutup kemungkinan penafsiran ini juga diarahkan kepada manusia sebagai pendekatan tingkat dua.

Salam

Daniel Zacharias