22 Maret 2009

Keakraban Dengan Allah Merupakan Syarat Pelayanan

Markus 10:31-45


Semua pelayanan rohani lahir dari kenyataan pengetahuan kita tentang Allah dan kekuatan persekutuan kita dengan Dia maupun Anak-Nya. Sebuah pelayanan yang berbuah dan berhasil tidak terjadi begitu saja--ada harga yang harus dibayarkan. Dan, makin berpengaruh pelayanan itu, makin mahal harganya. Pelayanan tidak dapat dibayar sekaligus; kita membayarnya dengan angsuran yang jumlahnya makin lama makin besar. Tidak ada yang disebut dengan pelayanan yang murah dan berhasil.

Harus dipahami bahwa tidak ada jalan pintas untuk pelayanan yang berpengaruh bagi Allah. Karena didorong oleh keingintahuannya, Yakobus dan Yohanes berupaya mengambil jalan pintas. Mungkin ada jalan-jalan pintas untuk memiliki keunggulan di lingkungan gereja atau wewenang di bidang administratif, tetapi itu tidak menuju pada pelayanan yang rohani. Keakraban yang sejati dengan siapapun, terutama dengan Allah, bukanlah sesuatu yang dapat dijalankan sesuka hati: itu semata-mata karena kita berdiam di hadapan Yang Mahatinggi, dan tinggal tetap di bawah perlindungan El-Shaddai.

Menyangkut Yakobus dan Yohanes, ada sesuatu yang perlu dikatakan. Setidaknya, mereka telah percaya pada kejujuran sang Guru yang berjanji bahwa "pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di tahta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas tahta untuk menghakimi kedua belas suku Israel" (Mat 19:28). Namun, mereka salah menafsirkan pernyataan itu sebagai suatu peristiwa yang akan terjadi dalam waktu dekat pada waktu itu. Lebih jauh, sikap mereka yang mendekati Yesus secara sembunyi-sembunyi membuktikan bahwa mereka mengambil keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka haus untuk menduduki posisi dan mempunyai kuasa berdasarkan tolok ukur dunia. Mereka menginginkan mahkota--tetapi mahkota tanpa duri.

Yesus tidak memiliki satu mahkota kehormatan pun yang ada hanyalah mahkota duri. Dalam menjawab pertanyaan mereka yang ambisius dan bernuansa mementingkan diri sendiri, Yesus memberi tahu mereka,"Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan" (10:40). Posisi-posisi itu tidak secara otomatis diberikan kepada mereka yang telah mempersiapkan diri, sekalipun itu perlu dan layak dilakukan. Prakarsa itu semata-mata berasal dari Allah. Pada hakikatnya, tidak ada layanan pentahbisan yang akan menghasilkan pelayanan rohani. Allah akan memberikan posisi-posisi itu bagi orang yang telah Ia persiapkan (ayat 40).

Yesus terlalu jujur dan terlalu tulus untuk menyembunyikan dari murid-murid-Nya tentang apa yang sering membuat pelayanan rohani itu menjadi mahal. Ia ingin mereka mengikuti Dia, tetapi dengan mata yang terbuka lebar. Maka, Ia menantang mereka, "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuterima? (Markus 10:38). Kalau Ia membuka mereka menghadapi kenyataan bahwa ada kemuliaan tatkala mengikuti Dia, hal itu sama sekali bukan kemuliaan. Mereka harus belajar bahwa jika mereka ingin mengenal Dia dengan cara yang lebih akrab, itu harus mencakup persekutuan dengan Dia di dalam penderitaan-Nya. Mereka menjawab dengan fasih, "Kami dapat" (ayat 39), dan ini menunjukkan betapa mereka amat kekurangan pengetahuan serta percaya diri.

Yakobus dan Yohanes menginginkan posisi kepemimpinan yang berpengaruh, tetapi mereka ingin bahwa posisi itu datang dengan mudah. Yesus harus mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan meminum cawan yang harus Dia minum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Dia terima (ayat 39). Akhirnya Yakobus dipancung, dan Yohanes menghabiskan sisa-sisa hidupnya dalam tempat pembuangan di Pulau Patmos. Pelayanan rohani itu mahal, dan apa yang harus ditempuh oleh sang Tuan harus dialami juga oleh seorang hamba.

Pelajaran yang kita petik ialah, jika rencana kita tidak dapat diubah sehingga kita menolak pelayanan yang biasa-biasa dan ingin memiliki pelayanan yang efektif, ingatlah bahwa akan ada harga mahal yang harus dibayar. Namun, itu akan terbukti bahwa semuanya itu memang sangat layak untuk kita kejar. Kita bahkan akan dan harus mengorbankan segalanya. Sebuah pelajaran penting yang dapat kita petik bila melihat dari tokoh-tokoh Alkitab ialah bahwa di dalam mendidik seseorang untuk pelayanan Tuhan tidak memperpendek masa pendidikan, sebagaimana yang sering kita harapkan, ia menginginkan keakraban yang lama dan mendalam bukan instan. Karena Allah mencari kualitas dalam hidup kita, waktu tidak menjadi masalah bagi-Nya.

Dengan jelas, Yesus mengucapkan prinsip utama yang revolusioner untuk kepemimpinan yang rohani, "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mark 10:43-45).

Dalam pernyataan-Nya, Yesus menggunakan dua kata berbeda untuk "hamba". Pertama ialah sebuah istilah umum dan mengacu pada aktivitas bukan pada hubungan. Kedua ialah kata untuk "budak", dan seorang budak ialah seseorang yang tidak punya hak apapun atas dirinya sendiri, tetapi ia seutuhnya menjadi milik tuannya.

Berdasarkan hal tadi, timbullah fakta bahwa kriteria yang kita gunakan untuk menilai pelayanan rohani bukanlah jumlah pelayan yang melayani kebutuhan kita, melainkan jumlah orang yang kita layani. Keakraban yang makin berkembang terjadi dengan Dia yang mengatakan, "Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan" (Luk 22:27) akan berarti bahwa kita akan senantiasa mengambil bagian dalam roh pelayanan-Nya.

Yesus tahu bahwa prinsip menjadi hamba sangatlah tidak populer, karena kebanyakan kita tidak begitu bersedia menjadi hamba orang lain. Kendati masyarakat kita kurang menghargai sikap hamba, Tuhan kita yang juga adalah seorang Hamba telah meninggikan konsep itu dan menyetarakannya dengan kebesaran. Ia tidak mematahkan semangat seseorang untuk menjadi besar sepanjang itu diilhami oleh motif yang wajar. Apa yang Ia hakimi adalah ambisi kedagingan untuk menjadi yang terbesar.

Daniel Zacharias
education from womb to tomb

Tidak ada komentar: