26 Mei 2008

Sapu Lidi, Kerikil, dan Batu Bata

Kemarin, Minggu 25 Mei 2008, semua gereja anggota PGI, termasuk GKO Bintaro Jaya, merayakan HUT PGI ke-58 dalam bentuk Ibadah Minggu yang menggunakan Tata Ibadah dari Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID) yang berkantor di Maesa Palu. Tema kali ini adalah "Supaya Kamu Erat Bersatu dan Sehati Sepikir".

Dari rumah saya bawa sapu lidi, plastik berisi kerikil, dan plastik berisi satu batu bata. Saya sudah berpikir untuk tidak terlalu banyak teori dan kebanyakan bicara soal Persatuan dan Kesehatian. Meniru cara Yesus yang menggunakan bahan-bahan keseharian saya memperagakan Perumpamaan Sapu Lidi, Kerikil, dan Batu Bata di depan jemaat.

Awalnya saya mengangkat sapu yang sudah dari dulu menjadi gambaran persatuan. Tetapi kali ini saya memberikan segi lain. Yaitu sapu lidi yang longgar ikatannya. Sapu ini karena sering dipakai lama-lama rontok satu persatu sehingga menjadi longgar. Dan longgarnya sapu tersebut membuatnya tidak maksimal dipergunakan. Berkaca pada sapu lidi yang longgar tersebut maka kata "kamu" dalam tema ini yang bisa saja ditafsirkan sebagai keluarga, gereja, antar gereja, bahkan bangsa seringkali mengalami hal ini. Keterikatan kita satu sama lain diikat oleh pengikat yang longgar. Sehingga kapan saja kita bisa melepaskan diri dan sering tidak menjadi maksimal. Keluarga kita terlalu mudah terpecah, gereja apalagi, antar gereja tidak usah dibilang, soal bangsa tinggal tunggu waktu. Untuk mencegah hal negatif ini kita perlu mengeratkan persatuan kita dalam konteks persekutuan kita yang semakin meluas. "Erat bersatu" bukanlah hasil tetapi prasyarat sekaligus menunjukan kualitas persekutuan kita di tengah komunitas.

Lalu saya mengangat plastik bening berisi kerikil. Selama berada dalam plastik kerikil tersebut berada dalam sebuah kesatuan. Tetapi ketika kerikil tersebut saya tuangkan ke atas meja maka semua berhamburan menceraikan diri. Begitulah pula sebuah persekutuan dalam komunitas. Di dalam gereja sering kita bisa begitu satu: doa sama-sama, berdiri sama, berlitani sama-sama, memberi persembahan sama-sama, mendengar kotbah sama-sama, bernyanyi sama-sama; namun tatkala keluar dari gedung yang mempersatukan itu kita berubah menjadi pribadi individualistis: siapa lo, siapa gue! Memang tidak berarti keluar dari gereja semua kegiatan kita tetap seragam, tetapi setidaknya jangan sampai persatuan kita karena wadah bukan diikat oleh kasih dan kepedulian.

Sebagai kontras dari kerikil adalah batu bata dalam plastik. Ketika berada dalam plastik unsur-unsur yang membentuk batu bata saling terkait, dan ketika batu bata tersebut di tuang keluar dari plastik dan jatuh di lantai maka batu bata tersebut tetap utuh tidak terpecah.

Masih banyak keluarga Kristen yang mudah terpecah, gereja-gereja yang terpecah, hubungan antar gereja yang begitu rapuh dan berulang kali berseteru, kelompok-kelompok masyarakat yang mudah terpancing isu SARA, dan bangsa yang mudah terkelompok karena sentimen partai dan ideologi.

Keluarga, gereja, antar gereja, masyarakat dan bangsa adalah tempat mempraktekan gambaran tersebut. Mudah-mudahan masih ada yang mau rendah hati belajar dari Sapu Lidi, Kerikil, dan Batu Bata.

Ut Omnes Unum Sint! (Yoh 17:21)

Daniel Zacharias

Tidak ada komentar: