18 September 2008

Mengapa Pendidikan Sering Kurang Berhasil?

Pendidikan (education) adalah penanaman nilai-nilai yang tentunya berbeda dengan pengajaran yang lebih pada hal-hal yang sifatnya rasional dan teknis. Namun kedua-duanya adalah sebuah kesatuan yang tidak kita pisahkan. Kita sadar betul bahwa pertanyaan yang merupakan judul di atas tidak bisa dijawab sekaligus sehingga kita memilih untuk melihat salah satu aspek saja. Salah satu aspek yang kita telusuri adalah aspek pendekatan. Dengan kata lain pendekatan pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan sering menjadi celah bagi gagalnya sebuah pendidikan dan pengajaran.

Pendekatan pendidikan dan pengajaran kita seringkali tidak tuntas walau kita menguasai berbagai teori pendidikan bahkan menguasi pula teknologinya. Sebaiknya pendekatan pendidikan itu harus lengkap dan berkesinambungan. Pendekatan yang dimaksud di sini adalah pendekatan: tahap pertama face to face, kemudian mind to mind, dan heart to heart, serta dan akhirnya action to action. Teori semacam ini bertebaran di berbagai literatur dan jurnal, tetapi prakteknya selalu tidak tuntas dan tanggung.

Langkah Pertama: Face to face
Artinya penanaman nilai yang lebih akurat adalah penanaman yang bersifat pribadi ketimbang perkelompok apalagi perkelas. Kelompok yang terlalu besar atau kelas misalnya terkadang lebih mengedepankan kebersamaan tinimbang individu yang unik dan potensial. Hal ini sama sekali jauh dari pengertian individualistis. Face to face memungkinkan antara pendidik dan naradidik memiliki hubungan yang bersifat pribadi dan memiliki pengenalan yang dalam. Naradidik tidak dilihat dari kehadirannya tetapi dari relasinya dengan pendidik.

Pendidikan jarak jauh bisa-bisa saja terjadi tetapi tetap mengurangi jiwa pendidikan itu. Pendidikan akhirnya hanyalah perpindahan informasi yang gersang tanpa sentuhan emosi manusia yang sarat dengan cinta (baca: kasih) dan marah. Guru bisa mengajar cinta tetapi juga mengajar marah dalam koridor konstruktif dan penuh dengan kendali.

Orangtua seringkali kehilangan kesempatan mendidik karena langkah pertama face to face terabaikan. Face to face tak tergantikan bahkan dengan monitor televisi tercanggih sekalipun. Manusia adalah mahluk sosial yang memerlukan tanggapan, perhatian, rangkulan dan sentuhan yang konstruktif-eskpresif (istilah yang dipergunakan untuk menghindari rangkulan dan sentuhan yang bersifat destruktif misalnya pelecehan).

Face to face memerlukan harga yang sangat mahal untuk kita bayar. Face to face memerlukan orangtua yang siap untuk hadir buat anak-anaknya. Orangtua yang siap mengorbankan waktunya bahkan zona nyamannya untuk memberi perhatian yang lebih. Atau pendidik yang menghadapi naradidiknya sebagai pribadi bukan sebagai alat bantu untuk mempertahankan profesi dan gaji saja.

Langkah Kedua: Mind to mind
Mendidik tidak saja soal nilai tetapi juga dasar-dasar yang logis dan aplikasi meluas dari nilai-nilai tersebut dalam ruang lingkup keseharian. Mendidik juga pada akhirnya membutuhkan aspek pengajaran yang berisi tentang pengertian dan pengetahuan.

Paulo Freire, pakar pendidikan, soal bagian kedua ini memang tidak bermaksud menjabarkan mind to mind sebagai sekedar sebuah transfer pengetahuan sehingga otak naradidik digambarkan sebagai celengan babi. Pengetahuan dan pengertian yang dimaksud bukanlah sebuah hafalan mati rumus-rumus, daftar obat, petunjuk-petunjuk, nama-nama pengarang buku, tetapi lebih dari itu ada sebuah pemahaman yang mendalam.

Murid-murid mengetahui kalau phi=22/7 atau 3,14 dalam memahami perhitungan sebuah lingakaran. Tetapi mengapa harus 22 dan mengapa harus dibagi 7 seringkali naradidik hanya sampai pada menghafal mati rumus tanpa tahu itu dari mana dan akan jadi apa. Pendidik dan pengajar tidak memberikan pemahaman dari isi kepalanya dan membiarkan anak didik memahami seperdelapan dari apa yang dimiliki sang guru.

Langkah Ketiga: Heart to heart
Ada guru yang bisa menyentuh emosi positif dari anak didiknya tetapi ada guru yang hanya memuaskan otak anak didiknya. Mereka yang berhasil menyentuh emosi anak dan membangun emosi tersebut maka guru tersebut berhasil membawa anak itu jauh lebih dalam tinimbang mengisi otaknya. Mengajar penuh kasih dan menyentuh hati menolong anak didik di bidang apapun akan sangat bersemangat bahkan mengetahui apa yang harus dia lakukan selanjutnya dengan pelajaran yang sedang ia tekuni.

Tidak sedikit pendidik tidak mau capai-capai memasuki wilayah ini. Baginya asal murid menjawab dengan benar maka tugasnya sudahlah selesai. Kalau itu yang ditujunya maka keberhasilan guru itu baru setengah jalan. Bukankah sudah berulang kali kita menyaksikan bagaimana anak-anak yang tinggi nilai agamanya yang berhasil menjawab dengan tepat dan cepat soal-soal agama ternyata terlibat dalam kejahatan dan dekadensi moral? Jangan kita biarkan emosi anak-anak dirasuki nilai-nilai liar yang berdampak sangat buruk. Di satu sisi mereka sangat terdidik tetapi dalam prakteknya mereka seolah tidak terdidik. Ironis!!!

Langkah Keempat: Action to action
Tujuan utama dari sebuah pendidikan dan pengajaran adalah perubahan dalam tindakan. Pendidikan dan pengajaran yang tidak bermuara ke arah ini adalah sebuah kegagalan. Sekolah-sekolah unggulan yang mahal sekarang berdiri dimana-mana. Orang-orangtua bersaing menempatkan anak-anaknya di bangku terdepan karena mendengar para guru berasal dari kalangan ekspatriat atau lulusan sekolah luar. Sama sekali tidak ada pertimbangan kompetensi yang jauh lebih dari itu.

Paulus mengajar Timotius dengan mengatakan “ikutilah teladanku”. Paulus mendidik anak rohaninya lebih dari sebuah acuan referensi dan keterampilan ini itu, ia sampai pada pendidikan yang memberikan teladan.

Wahai para pendidik jangan berhenti pada face to face dan mind to mind tetapi lebih yaitu heart to heart dan action to action.

Tuhan memberkati!

Daniel Zacharias

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Promosikan artikel anda di www.infogue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema, game online dan kamus online untuk para netter Indonesia. Salam!
http://pendidikan.infogue.com/mengapa_pendidikan_sering_kurang_berhasil_